Selasa, 31 Maret 2009

Fantasy of j-clubs (bagian satu)

Bulan y tahun x, j_clubs member mengadakan acara pertemuan di dufan. Namun karena suatu hal mereka terdampar di suatu dimensi yang tidak mereka kenal dan terpencar ke berbagai tempat.

FANTASY OF J_CLUBS

13 august...

Seorang gadis berjalan sendiri di dalam sebuah hutan yang rimbun dan gelap. Padahal saat itu masih siang, namun karena banyaknya pohon yang tinggi menutupi cahaya matahari yang masuk dan hanya sedikit yang berhasil melewati celah-celahnya.

“Ini... dimana? Bukanya tadi lagi di dufan dengan yang lain?”, ucap gadis itu sambil mengigit jarinya sendiri. Berjalan dengan gemetaran, berusaha mencari teman-temannya...

“Lemeeeeeeeeeeee....”, tidak berselang begitu lama setelah itu. Seorang gadis lain datang dan langsung memeluk gadis itu. Gadis yang baru saja datang itu adalah alex, dan gadis yang dipeluknya adalah leme.

“Phi!!! Uwaaa... leme takut nih...”, ucap leme seraya membalas pelukan alex.

“Lem, tau g ini dimana?”, tanya alex. Leme tidak membalas. Ia hanya menggelengkan kepalanya. Mereka berdua terdiam untuk beberapa saat.

“Ya udah... kita jalan aja, sapa tau ketemu yang lain”, ucap alex sambil menarik tangan leme yang belum sempat membalas ajaknnya itu.

Setelah berjalan cukup lama, mereka sampai di bagian lain dari hutan itu. Bagian yang tidak terlalu gelap. Sebab daun-daun tidak tumbuh terlalu lebat untuk menutupi cahaya yang masuk.

“Phi, istirahat dulu yuk”, ucap leme yang terlihat sudah lelah. Wajahnya yang manis terlihat agak pucat.

“Iya dah... gw juga capek...”, ucap alex. Belum sempat alex duduk, dengan kata lain baru setengah jongkok.

“alex... lemper... tulungin gw...”, terdengar suara yang tidak asing ditelinga mereka dan membuat kedua gadis manis itu terkejut. Mereka melihat ke berbagai arah. Namun tidak seorangpun yang mereka lihat. Ketakutan mulai mencekam mereka, entah dari mana... tapi mereka berdua mulai berfikir tentang adanya hantu di hutan itu. Mereka berpelukan dengan erat, berusaha saling menahan perasaan ingin lari. Karena mereka tahu, bila mereka berlari maka mereka akan terpencar kembali. Dan kemungkinan untuk bertemu lagi akan sulit di dalam hutan seperti ini.

“Gw bukan hantu... di atas! Di atas!”, ucap suara itu.

Dengn sedikit ragu alex dan lemari mengadahkan kepalanya ke atas. Melihat apa yang ada diatas. Saat mereka tahu apa yang ada di atas, senyum mulai merekah pada wajah mereka yang baru saja pucat karena di cekam ketakutan.

“Michi... yey! Yey! Ketemu satu...”, ucap mereka berdua secara bersamaan dan melompat-lompat kegirangan tanpa memperdulikan michi yang terngah tergantung secara terbalik di pohon.

“Jangan loncat-loncatan dulu! Turunin gw napa!?”, ucap michi setengah berteriak. Baru selesai mengucapkan hal itu, ranting yang sembari tadi menahan berat badannya patah. Suara jatuh yang keras terdengar dari tempat itu, burung-burung yang sejak tadi bertenger di dahan pohon terbang meninggalkan tempatnya karena terlalu terkejut dengan suara hentakan jatuh mechi yang terlalu keras.

“Michi!? Lu kagak ape-ape?”, tanya leme yang berjalan mendekati tubuh michi yang baru saja membentur tanah dengan kerasnya.

Tubuh michi tidak bergerak sama sekali. Alex dan leme saling melihat satu sama lain. Kecemasan kembali terlihat di wajah mereka. Dengan agak ragu, alex mengambil sebuah ranting yang ada di dekatnya dan menusuk-nusuk kepala michi dengan ranting itu. Namun tidak ada respon.

“Aduh... mati ya?”, ucap alex. Leme mencoba, dia mengambil sebongkah batu berukuran dua kepal tangannya dan langsung menjatuhkan batu itu ke atas kepal michi.

“LEME!? Lu apain tu orang?”, tanya alex terkejut dengan hal yang dilakukan leme.

“Semoga jiwamu beristirahat dengan tenang”, ucap leme berdoa.

“Woy! Di belum tentu mati kan tadi?”, ucap alex.

“Tapi kagak ada respon...”, jawab leme singkat.

“Kali aja pingsan... jangan dipukul pake batu gitu napa!? Kalo jadi mati beneran berabe entar”, ucap alex dengan nada tinggi.

“Jangan ribut!!!”, michi langsung terbangun dari pembaringannya ditanah sambil mengangkat tinggi-tinggi batu yang baru saja digunakan oleh leme untuk dijatuhkan ke atas kepalanya.

“Masih hidup...”, ucap leme sambil tersenyum lebar.

“Bisanya lu bangun tanpa ada masalah setelah jatuh dari ketinggian 30 meter plus di pukul tu pala pake batu segede ntu”, ucap alex dengan pandangan menerawang ke arah michi yang terlihat seperti tidak ada apa-apa yang baru saja terjadi.

“Hah!? Segitu g cukup buat bikin gw mati... gw tuh samurai terhebat...”, ucap michi dengan bangga.

“Samurai hebat yang nyangkut di pohon”, ucap alex dan leme secara bersamaan. Mendengar hal itu michi langsung berhenti bergerak dan berubah menjadi patung batu.

“Dah ah... pergi yuk phi”, ucap leme.

“Yuuuk...”, jawab alex.

Kedua gadis itu langsung berjalan melanjutkan perjalanan mereka mencari jalan keluar dari hutan itu. Michi langsung berjalan di belakang mereka bak seorang pengawal. Kemeja putih yang dikenakannya menjadi berwarna merah setelah dia jatuh membentur tanah barusan.

“Jadi... ada yang tahu g kita dimana?”, ucap michi memecah keheningan.

“Kagak”, jawab alex dan leme berbarengan.

“Sinis amat ma gw... em?”, michi menunduk dan memungut sesuatu di tanah.

“Paan mich?”, tanya leme sambil berbalik.

Michi menunjukkan apa yang baru saja diambilnya. Sesososk bangkai kelinci berlumuran darah... dengan luka bekas gigitan...

“GYAAAAA”, alex dan leme langsung berlari ke balik pohon besar yang terletak di dekat mereka.

“Taroh g tuh kelinci!?”, ucap alex dengan nada ketakutan.

“Michi!!! Taroh!!!”, sambung leme.

“Napa sih? Ni kan tanda kalo ada hewan buas...”, jawab michi sambil terus mengangkat bangkai kelinci ditangannya.

“JIJIK!!!”, ucap alex dan leme bersamaan.

Tapi mereka merasa ada sesuatu yang bernafas di belakang mereka. Mereka berbalik dan mendapati hewan aneh tengan berdiri di belakang mereka. Hewan itu memiliki kepala seekor singa, badan serigala dan sayap kelelawar (bayangin ndiri).

“Gyaaaa”, kali ini alex dan leme berlari ke arah michi dan bersembunyi di belakang pemuda itu. Michi hanya merespon dengan menjatuhkan bangkai kelinci itu tanpa berjalan satu langkahpun dari tempatnya.

“Haha... ternyata tiba juga saatnya gw nunjukin kalo gw samurai yang hebat”, ucap micho dengan penuh percaya diri. Dia mengambil sebuah pisau kecil dari saku celananya (pisau buah). Alex dan leme hanya saling berpandangan tidak mengerti dengan percaya diri michi dengan bermodal sebuah pisau buah saja.

“Mau lu apain mich?”, tanya alex.

“Liat aja... “, Michi mengambil sebuah apel yang ada di tanah, mungkin itu apel yang jatuh dari pohonnya (?). Dia mengupas apel itu dengan pisau buah yang dipegangnya.

“Mich!? Skarang bukan waktunya bergaya sok keren sambil makan apel”, ucap leme.

“Sapa juga yang mau sok keren?”, ucap michi sibuk memotong apel di tangannya.

Hewan aneh itu mulai mendekati, selangkah demi selangkah mendekati mereka bertiga. Alex dan leme saling berpelukan. Mereka tidak kuat untuk berlari. Sedangkan michi sibuk motong apel.

“Graaaahhhhh”, hewan itu melompat ke arah mereka.

“Kyaaaa”, alex dan leme menutup matanya dengan rapat. Beberapa saat mereka memejamkan matanya, namun tidak ada yang terjadi. Dengan agak ragu alex membuka mata kanannya sedikit...

Alex terdiam begitu melihat hewan aneh yang tadi meloncat ke arahnya dengan pandangan buas kini malah menjadi hewan jinak yang dengan senangnya menikmati potongan buah apel ditangan michi.

“Kok? Kok?”, leme yang baru membuka matanya ikut terdiam di sebelah alex.

“Pada knapa sih? Jinak kok”, ucap michi dengan santainya.

“Dia karnivora”, jawab alex.

“Herbivora phi... buktinya di g makan tu kelinci”, ucap michi sambil tersenyum lebar ke arah mereka berdua.

“haha? Trus tu kelinci kanapa?”, tanya leme bingung.

“Kena jebakan ni...”, ucap michi sambil mengangkat sebuah jebakan yang berlumuran darah.

Alex dan leme jatuh terduduk di atas tanah dengan lemas. Sementara michi tertawa terbahak-bahak sambil bermain dengan hewan aneh yang baru saja dijinakan olehnya itu.

Mereka memutuskan untuk beemalam di hutan itu. Dengan tanpa ragu-ragu michi menyuruh lema dan alex untuk mengumpulkan kayu bakar dan buah yang bisa dimakan.

“Alex kumpulin kayu bakar, lemper kumpulin buah...”, ucap michi dengan tenang dan tegas.

“Elu ngapain?”, tanya alex.

“Tidur...”, jawab mich dengan santai yang langsung merebahkan tubuhnya ke atas dedaunan yang baru saja dikumpulkannya menjadi satu.

Tanpa banyak bicara leme langsung menendang tubuh michi dengan kuat hingga berguling-guling di tanah.

“Jangan gila dunk... masa cewek kerja...”, ucap leme dengan pandangan sinis ke arah michi.

“Bercanda nape. Gw mau bikin tempat berteduh...”, ucap michi dengan senyum lebar.

Tanpa banyak bertannya lagi leme dan alex mengikuti perintah michi. Selama mencari mereka menemui buah-buah aneh yang tumbuh dalam satu pohon yang sama.

“Lem... ni pohon buahnya banyak banget sih...”, ucap alex terpaku melihat pohon yang ada di depannya.

“Bodo amat, yang penting buah”, ucap leme acuh.

“Kalo beracun gimana?”, tanya alex dengan pandangan menerawang.

“Kalo beracun gw berdua dah mati dari tadi”, ucap seseorang dari balik pohon. Alex dan leme melihat ke arah suara itu berasal. Sesaat setelah ia melihat siapa yang ada di balik pohon itu...

“Jeng kyo ku...”, ucap alex dengan senyum menghiasi wajahnya.

Saat itu kyo dan killua tengah sibuk memakan buah pohon itu. Setelah bicara beberapa saat mereka memutuskan untuk kembali ketempat michi yang ternyata sudah selesai membuat tempat berteduh sementara untuk mereka. Malamnya mereka membuat api unggun dan berdiskusi akan apa yangt akan dilakukan nanti...

“Jadi... ada yang punya ide?”, ucap killua membuka diskusi.

“Aku, aku, gimana kalau kita cari jalan keluar”, ucap leme dengan penuh semangat.

“Caranya? Jalan-jalan kesekitar sini? Gimana kalau ketemu sama hewan aneh yang kayak tadi pagi?”, ucap michi dengan pandangan bersemangat.

“Hum... coba bisa terbang... pasti lebih gampang”, ucap alex yang mulai menghayal tinggi.

“G mungkin...”, kompak yang lainnya menjawab secara bersamaan.

“Eh? Gw kan cuma ngusulin. G usah mpe kompakan gitu napa?”, jawab alex.

“Tapi usulnya yang masuk akal dikit nape”, ucap killua sambil memasukkan kayu bakar ke dalam api unggun yang hampir mati.

“Jeng, dari tadi diem aja, ada ide g?”, tanya michi ke arah kyo yang sembari tadi sibuk makan buah berbentuk semangka yang kulitnya bisa dimakan itu.

“Kagak ada...”, jawab kyo cuek dan melanjutklan acara makan besarnya.

“Hum... coba ada peta...”, gumam leme.

“Peta yang kayak gini?”, tanya kyo sambil menunjukkan sebuah kertas gulungan pada yang lainnya. Semua melihat kertas itu dan membukannya. Seuah peta akan hutan itu terlihat di depan mereka.

“Kenapa kagak bilang dari tadi?”, tanya killua dan michi bersamaan.

“Kagak ada yang nanya soal peta”, jawab kyo.

Semua terdiam mendengar ucapan kyo itu. Malam mulai larut. Mereka memutuskan untuk tidar dan melanjutkan jalan yang ada di peta itu keesokan harinya.

Pagi hari...

Pagi itu killua yang paling awal bangun, ntah karena apa. Disusul oleh mich, leme, dan alex. Kyo masih pulas tertidur, padahal matahari sudah hampir tinggi dan yang lain sudah lama menunggunya.

“Si kyo lama amat tidurnya...”, ucap leme.

Alex berusaha membangunkan kyo. Segala cara ia coba, namun tidak ada yang berhasil. Akhirnya mereka memutuskan untuk membawa kyo yang masih tertidur pulas.

Mereka terus berjalan menuju luar hutan sambil mengikuti peta yang ada. Dan saat matahari mulai hampir tenggelam mereka tida di luar hutan. Di sana mereka langsung tiba di sebuah kota kecil.

“Wew... sampai kota juga...”, ucap killua yang langsung menurunkan kyo dari gendongannya.

“Jeng kyo belum bangun juga? Pulas amat tu anak tidurnya”, ucap michi bingung.

“Hei! Siapa kalian?”, tiba-tiba saja seorang pemuda mendatangi mereka.

“Ah... ma... maaf... ini dimana?”, tanya leme agak gugup.

“Elfania... memangnya kalian tidak tahu?”, tanya pemuda itu. Semua langsung menggelengkan kepalanya. “Eh? Teman kalian yang tidur itu kenapa?”, tanya pemuda itu.

“Entahlah... sejak tadi dia g mau bangun”, ucap alex.

Pemuda itu mendekati kyo yang tengan tertidur. Dia mengamatinya beberapa saat setelah itu. Tanpa bicara apapun dia langsung mengambil sebuah botol kecil di sakunya dan meminumkannya pada kyo.

“Eh? paan tuh?”, ucap michi.

“Cuma obat penawar... temanmu tadi pasti habis makan kulit semangka”, ucap pemuda itu. Dan tepat, semalam kyo baru saja memakan sebuah semangka serkaligus kulitnya.

“Um... huah... pagi...”, ucap kyo yang bangun dari tidurnya.

“Sore!”, jawab leme sambil memukul kepala kyo dengan pelan.

“Eh? Dah sore???”, ucap kyo bingung.

“Haaaah.............”

Setelah berbicara mengenai keadaan mereka pada pemuda itu...

“Hum... mungkin kalian kena pengaruh pergeseran dimensi...”, ucap pemuda itu.Semua memandanganya dengan pandangan bingung dan tidak mengerti sama sekali.

“Pergeseran dimensi itu... singkatnya kalian berpindah dunia”, ucap pemuda itu yang kelihatannya malas untuk menjelaskan detailnya.

“Eh? Eh? Eh? EH!?”, semua memandang ke arah pemuda itu dengan pandangan antara percaya dan tidak.

“A... aduh? Apa aku sudah salah bicara???”, tanya pemuda itu bingung.

“Pindah dunia? Artinya...”, ucap kyo yang langsung syok.

“Waaaaa...”, killua mulai bertelepati dengan para kecoa.

“Nyu--- nyu---“, alex dan leme bicara dengan bahasa yang sulit dimengerti.

“Haaaah... kenapa bukan dunia samurai saja?”, ucap michi yang paling beda sendiri.

“Kal... kalian tidak apa-apa?”, tanya pemuda itu.

“Bagaimana cara kembali ke dunia kami!?”, tanya alex dengan pandangan penuh amarah.

“Ti... tidak tahu...”, pemuda itu langsung jadi pucat pasi melihat pandangan mata alex yang seperti itu.

“Yang jelas cari yang lain dulu phi...”, ucap kyo berusaha menenangkan alex yang sebentar lagi akan marah-marah.

“Kalau gitu gimana kalau kalian bergabung dengan yang lain? Beberapa bulan yang lalu ada yang bernasib sama seperti kalian, mereka juga terdampar di dunia ini”, ucap pemuda itu berusaha menenangkan suasana.

“Eh?”

Pemuda itu mengajak mereka ke sebuah kafe yang berada di pinggir kota. Tulisan di papan nama itu tertulis dengan huruf yang sulit untuk dimengerti oleh mereka yang memang bukan tulisan yang mereka pelajari sejak awal.

“Ini kafenya... pemilik dan pegawainya semua orang yang terdampar di dunia ini”, ucap pemuda itu sembari membuka pintu.

“Um... kalau boleh tahu kamu siapa?”, tanya michi yang baru sadar bahwa mereka belum memperkenalkan diri masing-masing.

“Panggil saja aku seiront... seiront lunar geist...”, ucap pemuda itu. Mereka semua langsung terdiam mendengar nama yang tidak asing bagi mereka itu. “Sudah ya... berikutya kalian berusaha sebisanya”, ucap seiront yang langsung pergi meninggalkan mereka yang masi mematung.

“Eh... tadi dia bilang namanya siapa?”, tanya killua yang masih belum percaya dengan apa yang baru saja didengar olehnya.

“Seiront... seiront lunar geist...”, jawab kyo dengan pandangan masih ke arah jilangnya pemuda itu.

“Ntu bukannya nick atol ya?”, tanya leme.

“Iya lemper. Mangkanya gw kagak percaya namanya itu seiront lunar geist...”, jawab michi.

“Uwaaaa.... jadi namanya seiront ya? Nama yang indah...”, ucap alex dengan mata terpesona.

“Eh!?”, semua memandang ke arah alex dengan pandangan bertanya-tanya apakah apa yang baru saja mereka dengar itu nyata atau tidak. Setelah nama yang sama kini giliran alex yang mulai ngelantur dengan ucapan tidak jelas sama sekali.

“Su... sudahlah... kita masuk saja deh”, ucap michi berusaha mengalihkan perhatian yang lainnya.

“I... iya...”, jawab kyo dengan senyum agak terpaksa.

Alex yang masih belum beranjak dari tempatnya terpaksa diseret secara paksa ke dalam kafe oleh leme dan killua. Sesampainya di dalam, kafe itu terlalu ramai sampai-sampai mereka sulit untuk melihat sekeliling.

Kyo melihat ke sekeliling hingga pandangan matanya tertuju pada suatu tempat di pojok ruangan kafe itu.

“Eh, eh...”, panggil kyo sambil menarik lengan kemeja milik michi.

“Apaan kyo?”, tanya michi sambil menarik tangannya.

“Itu...”, kyo menunjuk ke sebuah meja.

Meja yang ditunjuk oleh kyo berada tepat di pojok kafe yang sedikit tersembunyi.

“Shiro...”, ucap seorang gadis di meja itu kepada seorang pemuda disebelahnya.

“Em? Da apa?”

“Gimana kalau kita tidak bisa kembali kedunia kita?”

“Ya... tidak apa-apa”

“kok?”

“Karena walau tidak bisa kembali... kita masih bersama...”

“Sungguh?”

“Iya...”

“Shiro...”

“Kaze...”, wajah shiro dengan kaze hampir dekat. Sedikit-demi-sedikit namun pasti, jarak diantara bibir mereka makin menghilang... 3 cm.... 2 cm... 1 cm... 1 ml...

“Heaaahhhh...”, michi langsung menendang wajah shiro dan membuatnya terpental membentur dinding.

“Sh... shiro...”, kaze langsung panik begitu michi menendang wajah shiro dan membuatnya terpental hingga membentur dinding.

“Michi!? Apa-apaan sih? Dateng-dateng nendang muka orang!?”, ucap shiro yang bangkit dan langsung berteriak ke arah michi.

“Ini di muka umum dodol...”, ucap michi sinis.

“Michi yang dodol! tinggal dikit lagi juga”, ucap kyo sambil memukul kepala michi dengan vas bunga yang ada di meja.

“Haaah... lagi seru padahal”, sambung alex.

“Pengen liat lanjutannya”, ucap leme dan killua bersamaan dengan sama-sama menunjukkan wajah yang innocent.

“Ya elah! Kalian juga sama aja! Kalo mau mesra-mesraan di belakang sana”, ucap michi kesal.

“Kalo ga mau liat kamu aja yang menyingkir”, ucap shiro kesal dan langsung menarik kerah baju michi.

“U... udah napa... jangan berantem... ayo makan...”, ajak kaze berusaha menenangkan suasana yang berubah tegang.

“Bayarin ya?”, kyo memandang kaze dengan pandangan penuh harapan.

“Enggak!”, kaze tersenyum dengan manis. Membuat shiro yang tadi amarahnya sudah memuncak karena ulah michi tadi langsung melunak.

“Hukuman gara-gara yang tadi...”, ucap shiro dengan sedikit tawa.

“Oi-oi... jangan bikin suasana jadi tegang donk mich...”, ucap seseorang dari belakang yang sudah meletakkan pisau tepat di depan leher michi.

“Waaa.... jauhin ni pisau!?”, ucap michi tanpa berani bergerak sejengkal pun. Salah-salah nyawanya bisa melayang oleh pisau dapur itu.

“Mei-chan...”, ucap alex sambil melambaikan tangannya. Mei yang berdiri di belakang michi menurunkan pisau dapur yang digunakannya untuk menghentikan gerakan michi.

“Phi... lama tak jumpa...”, ucap mei sembari memeluk alex dan leme secara bersamaan.

“Lama tak jumpa?”, kyo memandang ke arah mei dengan pandangan bingung. Karena menurutnya mereka baru saja terpisah kemarin. Tapi mei bilang lama tak jumpa.

“Kenapa kyo? Kok ngeliatnya gitu banget?”, tanya mei dengan nada bingung. Keze dan shiro sudah tidak memperdulikan yang lain dan mulai memakan hidangan yang sudah tersedia di atas meja.

“Maksudnya lama tak jumpa apa? Kan baru kemaren...”, ucap michi. Kyo menggaguk membenarkan penuturan michi. Sedangkan alex dan leme hampir kehabisan nafas karena dipeluk oleh mei.

“Kemaren apanya? Aku dah terdampar di dunia ini sejak 3 bulan yang lalu kali...”, ucap mei dengan nada agak kesal.

“3 bulan?”, ulang alex dan leme secara bersamaan.

“Iya... gw, kaze, shiro, sama kup udah ada di dunia ini sejak 3 bulan yang lalu”, ucap mei yang jadi bingung sendiri dengan reaksi teman-temannya itu.

“Trus ni kafe?”, tanya alex.

“Ni kafe yang ngediriin gw juga ga tahu... dah lama banget. Liat aja perabotnya... dah tua”, ucap mei dengan nada datar.

“Um... dengan kata lain kita sampai di dunia ini dalam waktu yang berbeda?”, tanya leme.

“Kurang lebih begitu... gawat juga ni...”, ucap killua dengan gaya detektif yang mondar-mandir tidak jelas arahnya.

“Gawat gimana?”, tanya kyo tidak mengerti dengan ucapan killua.

“Gawat... soalnya ada kemungkinan ada yang sampai di dunia ini beratus-ratus tahun yang lalu, atau bahkan ada yang baru tiba ratusan tahun lagi...”, ucap killua dengan gaya bagai seorang detektif.

“Dan kemungkinan yang baru terkumpul hanya kita...”, ucap shiro sambil melahap makanan yang ada di depannya.

“Shiro... kalo makan jangan sambil ngomong”, ucap kaze dengan nada agak kesal.

“Aduh... iya...”, jawab shiro.

“Tapi kalo yang diucapin kil bener gimana nasib mereka?”, tanya michi.

Semua menjadi diam. Mei langsung meninggalkan meja itu karena harus melanjutkan pekerjaanya sebagai seorang waitress.

“Mei... tolong beliin ga--- EH!?”, kup yang baru keluar dari pintu dapur langsung terkejut melihat lame, alex, michi, kyo dan killua berdiri sambil mematung di samping meja kaze dan shiro yang juga ikut-ikutan mematung.

“Apaan kup?”, yanya mei sambil menghampiri kup.

“Kapan ni kafe punya patung?”, tanya kup ngelantur. Mei memandang ke arah orang-orang yang sedang mematung untuk beberapa saat lalu ka arah kup sambil tersenyum yang tidak dapat dimengerti.

“Sejak michi ngomong ngelantur”, ucap mei sambil tertawa.

“Hah???”, kup tidak menengerti dengan maksud mei karena dia baru saja keluar dari dapur.

Mei tidak memberi penjelasan lengkap pada kup dan langsung kembali pada pekerjaanya sampai kafe itu tutup. Alex, kyo, leme, killua, michi, kaze dan shiro masih belum beranjak dari tempatnya satu milipun dan masih menjadi patung sampai matahari tenggelam di ufuk utara (lah?).

Kup yang sudah tidak sabar mengambil seembar air dan langsung menyiramkannya pada patung-patung baru penghuni kafe itu.

“Bwah! Kup! Paan sih nyiram-nyiram!?”, tanya alex terkejut begitu sadar.

“Dah pada sadar kan? Dari tadi sore mpe sekarang jadi patung mulu”, ucap kup sambil mengeleng-gelengkan kepalanya dan menaruh ember di lantai.

“Eh? Dah malem...”, ucap killua sambil melihat keluar jendela.

“Prasaan tadi masih sore... laper...”, ucap kyo dengan pandangan berkaca-kaca.

“Kyo... ambil ndiri di dapur...”, ucap mei sambil menunjukkan pintu dapur. Tanpa banyak bicapa kyo langsung berlari ke arah dapur dan mengambil makanan yang ia inginkan.

“Tenang amat si kyo...”, ucap michi.

“Aku tidur duluan”, ucap kaze dan langsung beranjak pergi meninggalkan yang lain.

“Mau ditemenin ke kamar?”, tanya shiro.

“Boleh...”, jawab kaze. Kaze dan shiro meninggalkan ruangan.

“Ceritanya gw dicuekin nih???”, ucap kup dengan pandangan menerawang.

“Kurang lebih gitu kup”, ucap killua, alex, michi dan leme secara bersamaan.

“Tega nian...”, ucap kup yang langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas kursi yang ada di dekatnya.

“Eh kup... ni kafe punya siapa?”, tanya killua.

“Jangan tanya aku”, jawab kup singkat.

“Aduh... jangan ngambek dunk kup...”, ucap leme.

“Kalo ngambek cepet tua lho...”, ucap alex menambahkan.

“No comment...”, michi tidak tahu harus menambahkan apa pada obrolan yang lainnya.

“Gw emang kagak tahu... tapi yang jelas sejak dulu ni kafe namanya dome kafe...”, ucap kup pasrah dengan ejakkan yang lainya.

“Dome kafe???”, ulang alex.

“Jadi kangen sama DC...”, ucap michi dan killua bersamaan.

“Trus lu bisa make ni kafe gimana ceritanya?”, tanya leme yang jadi sedikit bingung.

“Hum... gw juga g ngerti detailnya. Tapi begitu gw cerita soal yang terjadi 3 bulan yang lalu mereka langsung ngijinin gw ngejalanin ni kafe...”, ucap kup sambil menggaruk-garuk kepalanya yang sebernarnya tidak gatal itu.

“Hum... ada petunjuk soal pemilik yang dulu g? Barang peninggalannya gitu?”, tanya killua seakan-akan tengah mengintrogasi tersangka.

“Ada... bentar... gw ambil...”, ucap kup yang dengan santainya melangkah menuju meja kasir dan membuka laci mencari sesuatu yang diminta oleh killua.

“Mang napa nanya-nanya gitu kil?”, tanya alex tidak megerti dengan sikap killua yang bagaikan seorang detektif yang tengah memecahkah sebuah kasus.

“Mungkin aja... pendiri ni kafe...anak nimbuzz...”, ucap killua sambil mamandang ke arah yang jauh.

“Hum... pembuktian yang tadi ya?”, ucap michi.

“Tapi kalau bener siapa...?”, tanya leme. Killua hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Nih... ketemu... belum gw buka tuh buku...”, ucap kup sambil menyerahkan sebuah buku tua pada killua.

“Buku apaan ni kup?”, tanya leme sambil memperhatikan sampul buku tua itu yang sudah mulai hancur.

“Gw bilang belum dibuka juga... mana gw tahu...”, ucap kup dan langsung merenahkan tubuhnya di atas kursi. Killua membaca buku tua itu dengan teliti sedang alex, dan leme pergi ke kamar yang ditunjukkan oleh kup.

2 jam sudah killua membaca buku tua itu. Sambil menunggu killua,kup dan michi manghabiskan waktu dengan bermain permainan yang hampir mirip dengan monopoli. Shiro juga ikut bergabung dengan mereka.

“Eh... ada yang tahu ni resep kaga?”, tanya killua. Semua menoleh ke arahnya dan menghentikan permainan mereka dimana michi sudah kehabisan uang...

“Resep apa?”, tanya shiro dan meminta killua untuk membacakannya.

“Um... potong cabe dan bawang secara acak. Lalu masukkan potongan tangan michiru kururugi ke dalan rebusan air medidih. Tunggu sampai air berwarna hitam dan hidangkan setelah air menjadi kental...”, killua membaca buku itu sambil menggaruk-garuk kepalanya tidak mengerti.

“Sup michi?”, ucap kup sekenanya.

“Ngawur!? Mana ada tu resep? Kan sup michi cuma pas lagi iseng aja!?”, ucap michi berusaha mengelak.

“Kalo ada gimana?”, sebuah suara yang halus terdengar di ruangan itu. Suara halus milik seorang wanita. Namun bukan orang-orang yang sudah terkumpul.

“Siapa?”, tanya killua.

“Gw...”, ucap suara itu. Tiba-tiba saja dari lantai keluar sebuah kepala. Lama-kelamaan kepala itu muncul beserta tubuhnya. Dan saat seluruhnya sudah keluar...

“... hha... gw lagi mimpi...”, ucap shiro menenangkan diri.

“Mi... miss?”, tanya michi ke arah tubuh tembus pandang yang ada dihadapannya.

“Hweee... akhirnya pada muncul juga! Capek gw nungguin slama 100 tahun!”, ucap miss kesal.

“Ternyata kesimpulanku benar...”, ucap killua bak detektif yang berhasil memecahkan kasus.

“Ampun dah...”, kup memukul keras-keras kepala killua dengan tangan kosong. “Brenti bergaya kayak detektif napa?”, tambahnya.

“Maksud lo nunggu 100 tahun apa miss?”, tanya shiro memberanikan dirinya.

“Asal tahu aja. Ni kafe yang ngebangun gw... gw terdampar di ni dunia 180 tahun yang lalu...”, ucap miss dengan mata berkaca-kaca.

“Waa... iye-iye... jangan nangis...”, ucap michi sambil memberikan tisu yang diatas meja kepada miss, atau dengan nama lain... hantu miss???

“Haaah... dengan keadaan ini aku tinggal nama... kembali kedunia asal pun percuma...”, ucap miss seolah-olah dia adalah pemeran utama dalam drama yang tersiksa.

“Yang bener tinggal arwah...”, ucap yang lainnya dengan kompak dan nada yang sama.

“Ukh... kalian g lucu...”, ucap miss agak kesal dengan reaksi mereka yang tidak memperdulikan sedikitpun akan dirinya yang sudah menjadi hantu.

“Hum... slaen lo ada yang laen ga?”, tanya kup.

“Kagak... Cuma gw doank...”, ucap miss dengan nada pasrah akan nasibnya.

“Hum... gitu toh...”, ucap mich.

Mereka berdua saling berpandangan untuk beberapa saat sampai akhirnya menghela nafas secara bersamaan.

“Haaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhh............”


19 august...

“Jadi... sampai saat ini beluam ada kemajuan ma sekali?”, ucap alex memecah keheningan.

“Um... begitulah lex...”, ucap mei yang sibuk mengelap gelas yang baru saja dicuci.

“Kalau begini terus nanti kalian berakhir seperti aku...”, ucap miss dengan nada suram.

“Miss... jangan gitu please... bikin suasana jadi suram aja”, ucap kaze sambil berusaha menghilangkan hawa suram yang baru saja di tebar.

“Tadaima...”, ucap leme yang baru saja memasuki kafe sambil membawa beberapa pesanan yang tadi diminta untuk dibelinya.

“Okaeri... lemari... pluk...”, ucap miss sambil memeluk leme. Leme pun balik memeluk miss.

“Serasa lagi ngerum jadinya...”, ucap kup yang tengah duduk di meja berhadapan dengan michi memainkan permianan yang mirip monopoli seperti hari-hari sebelumnya. Hari itu kafe tutup karena memang hari libur.

“Jyah... tapi sayang... orangnya itu-itu mulu...”, ucap michi sambil kesulitan mengocok dadu yang berukuran 7x dari dadu yang biasa.