Selasa, 30 Juni 2009

fantasy bagian sebelas

“Jalan kanan!”

“Kiri!”

“Kanan!”

“Kiri!”

“Kanan!”

“Kiri!”

Di depan sebuah persimpangan antara 2 jalur terlihat 2 orang yang tengah bertengkar. Terus mempertahankan pendirian masing-masing, selama berjam-jam.

“Kenapa tidak ambil jalur tengah?”, ucap seorang wanita tua yang sembari tadi melihat pertengkaran antara juki dan kyu tersebut. Ia menunjuk ke tengah antara jalan yang berbelok ke kanan dan jalan yang ke kiri.

“Nek... disitu tidak ada jalan...”, ucap kyu dengan nada lembut.

“Coba lah kalian berjalan ke arah situ...”, ucap wanita tua itu. Tempat yang ditunjukannya adalah sebuah hutan lebat yang dikenal dengan nama ‘hutan tanpa ujung’.

“...”

“Kenapa juk?”

“Enggak... kayaknya aku pernah dengar suara dia...”, ucap juki agak ragu.

“Cuma perasaan mu aja kali...”

“Kalau pernah memang kenapa...”, nenek itu tersenyum tipis sambil memandang juki dengan pandangan mata yang penuh arti.

Juki agak terkajut melihat senyuman dan pandangan nenek itu. Namun beberapa detik kemudian ia langsung dapat menenangkan dirinya dan berbalik ke arah hutan itu.

“Juki?”

“Kita lewat hutan ini saja... toh ini perintah...”, ucap juki dengan senyum tipis. Kyu melihat hal itu dan langsung mengerti dengan hal bitu. Tanpa banyak protes ia menggaguk dan melangkah menuju hutan itu mendahului juki.

“Sampai nanti... nenek vera...”, ucap kyushi yag langsung hilang di rimbunan daun itu.

“Lain kali jadi yang lain saja... menyeramkan deh...”, lanjut juki yang juga di telan rimbunan daun.

Wanita tua itu hanya tersenyum tipis dengan pandangan mata sinis.

“Kendalikan boneka... dan setelah itu kedalikan dunia... no fantasy...”, ucap nenek itu yang langsung berubah menjadi seseorang. “Seenaknya mengatakan aku menyeramkan... kamu jauh menyeramkan!”

- Di dalam hutan -

“Ampun deh... ni hutan lebat banget...”, ucap kyushi yang sibuk menyingkirkan daun-daun yang menyelubinginya dengan tangan kosong.

“Tidak aneh disebut hutan tanpa ujung...”, ucap juki agak tenang.

“Kok kamu bisa tenang kayak gitu?”

“Sapa yang tenang? Gw lagi mikir kok...”

“Mikir apa?”

“Mikir ada apa di hutan ini sampai dia nyuruh kita kesini...”

“Iseng...”, ucap kyushi dengan pandangan polos.

Juki melihat ke dalam mata kyushi yang tengah menatapnya itu dengan pandangan sayu tanpa tahgu akan mengatakan apa. Wajahnya makian dekat ke wajah kyushi dan...

“Kalo iseng dia g bakal make costum kayak gitu!”, ucap juki yang langsung meninju kyushi hingga ia terpental kebelakang.

“Aduduh... jadi ce lebih lembut napa!”

“G mau! Ogah!”

“G ada manis-manisnya...”, gumam kyushi.

Juki terdiam dengan pandangan ingin membunuh. Senyum tipis kembali terlukis di wajahnya, dengan gontai ia berjalan ke arah kyushi, sarung tangan berwarna hitam dengan sulaman bertuliskan MF3 dikenakannya dan dalam hitungan detik...

“Graow...”, suara itu mengehentikan tangannya yang hampir memukul kyushi untuk kedua kalianya.

Juki mengadahkan kepalanya, mencari asal suara itu. Dan melompat ke puncak sebuah pohon yang paling tertinggi yang ada didekatnya. Kyu mengikutinya dari belakang.

‘Kita bertemu lagi...’, ucap pemilik suara itu yang tidak lain adalah retsel.

“Hem... ternyata alasan ku diminta kesini adalah kau...”

“Bukan aku... tapi kami!”, ucap kyushi membenarkan ucapan juki.

‘Tidak akan kumaafkan...’, retsel mengibaskan sayapnya yang kuat dan lebar, menghasilkan sebuah angin ribut yang kencang di tambah dengan semburan api dari mulutnya.

“Hem... kau pikir ini bisa mengehntikan kami?”

“Kyushi!”

“No... Fantasy!”, teriak juki dan kyu secara bersmaan.

“Waktumu untuk mati...”, ucap juki sambil tersenyum tipis.

“Boleh untukku?”

“Silahkan... targetku kan serenada...”

‘Graaah... tak akan kubiarkan aku menyentuh serenada!’

“Ya... ucapkan semaumu...”, ucap kyushi.

“Sudah deh... cepat lakukan dan nanti segel...”

“Boleh saja... black... hur---“

“BENTAR!!!!!!!”, teriak seseorang yang tiba-tiba muncul dan menghentikan hempasan pedang kyushi.

“Vera... jangan ganggu...”, ucap kyushi.

“Bukan gitu... aku bukannya mau ngeganggu... tapi bukan ini alsannya...”

“Lalu?”

‘Princess of vodoo...’

“Hello... capture!”, ucap vera yang menjentikkan jarinya dan membuat retsel terkurung dalam ebuah kartu yang langsung masuk dalam kantung vera.

“Akh... keluarin! Keluarin!”, rengek kyushi.

“Ogah! Nanti aja...”

“Udah deh... langsung ke pokok masalah aja...”

“Juki tak berperasaan...”

“I don’t care...”, ucap juki sambil menutup kedua telingannya.

“Terus... boleh aku bicara?”, tanya vera yang di acuhkan.

“Silahkan...”, ucap kyu dan juki kompak.

“Aku mau bilang soal ada 2 orang aneh yang masuk ke hutan ini...”, ucap vera agak tenang. Mendengar hal itu juki dan kyu bersiap menyerangnya. “Bukan kalian! Sebelum kalian maksudku!”

“Siapa?”

“Phi sama kekasihnya...”

“Heh? Kekasih phi?”, juki dan kyu agak bingung mendengar ucapan vera. Pikiran mereka melayang ke kafe yang mereka tinggalkan beberapa waktu silam.

“Mulai deh... maksudku seiront... ingat g?”

“Tapi bukanya phi masih dalam rangka pendekatan...”, ucap kyu dengan nada tenang.

“Udah resmi jadian... mau ku liatin rekamannya?”

“Dengan senang hati...”

“Yang mata-mata itu siapa sih?”, gumam vera kecil. Ia langsung mendarat di bawah dan mulai menggambar lingkarab sihir dengan ranting pohon.

“Eh... vera itu type apa?”, tanya kyu agak bingung.

“Um... type pengendali kayaknya..”

“Heh?”

“Kenapa?”

“Habisnya type pengendali kan sedikit, vera enak deh... kekuatannya bisa cepat terkumpul sempurna...”

“Bukannya enakan kau? G usah nunggu yang lain...”

“Iya deh... yang paling susah si misa... dewa kematiannya kebanyakan...”

“Kyahaha”, juki jadi tertawa sendiri mendengar penuturan kyu yang tanpa rasa bersalah sama sekali.

“Nah... siap... wahai boneka ku yang manis... penuhi panggilan tuanmu ini... VON!?”, ucap vera dengan nada lantang. Langsung saja lingkaran itu bersinar dan muncul boneka tengkorak kesayangan vera... von.

“Ada apa memanggilku nona?”, tanya von.

“Video nomor 55067876767”, ucap vera dengan agak ragu.

“Baik...”, von langsung memancarkan sinar dari matanya yang tertera sebuah pemandangan di layar di ujung sinar itu.

‘Alex... maukah kau menjadi kekasihku...’, langsung saja terdengar ucapan itu dari arah mulut von. Amat sangan mirip dengan suara milik seiront. Kyu dan juki yang mendengar hal itu hanya terdiam saja.

‘Eh!? Kau serius seir?’, gantian suara alex yang ditiru.

‘Wew... hebat... minta popo corn!’, terdengar suara leme. Di layar tanpak leme tengan mengambil pop corn milik mei.

‘I---‘

‘Tidak akan kubiarkan’, kali ini terdengar suara yang asing dan tidak dikenal oleh keduanya.

“Pause bentar! Pause bentar!”, ucap juki. Von langsung berhenti bergerak. Begitu juga dengan rekamannya.

“Da apa juk”, tanya vera bingung.

“Gw dah ngerti lanjutannya... sekarang kasih tahu aja mereka diamana”, ucap juki yang kelihatan malas melihat rekaman itu lebih jauh lagi.

“Juki cemburu ya?”, ucap kyu dengan senyum nakal terpancar diwajahnya.

Juki memandang ke arah kyu dengn pandangan agak kesal.

“Um... juk?”

“Apa ver?”, tanya juki.

“Ini ada titipan dari selain...”, vera melemparkan sebuah kantung coklat ke arah juki.

“Apaan nih?”, tanya kyu yang langsung menyambar kantung itu.

“Selesein dulu tujuan lo ngomong yang tadi!”, teriak juki yang membuat vera dan kyu terdiam.

“Ja... jalan saja ke arah utara... nanti ketemu seir sama alex...”, ucap vera yang langsung meghilang bersama von.

“Vera kabur..”

“Biarin aja... udah jalan...”, ucap juki agak cuek.

“Lagi bad mood toh...”

“Hah?”

“G... anggap saja aku tidak bicara apapun tadi...”, ucap kyushi sambil tersenyum. Ia berjalan mendahului juki yang tampak kebingungan menuju arah yang disebutkan oleh vera tadi.

- di castel -

“Im back...”, ucap vera begitu muncul.

“Darimana ver?”, tanya misa penasaran.

“Habis nemuin juki... kayaknya dia lagi bad mood...”

“Hum... mungkin dia juga mulai merasakannya”

“Merasakan apa?”

“Kebangkitan dari tidur panjang...”

“Eh? Jangan bilang?”, misa menatap ke arah vera dengan pandangan sayu dan menggagukan kepalanya pelan.

“Tapi... ini terlalu cepat... padahal banyak yang belum kita ketahui...”

“Misa...”

“Sudahlah... ayo masuk...”, misa tersenyum lembut ke arah vera.

Vera hanya terdiam melihat senyuman yang trlukis di wajah misa.

“Duluan saja...”

“Ya sudah... jangan terlalu lama...”, ucap misa yang meninggalkan misa.

“Kalau benar lebih cepat dari perkiraan... artinya ada sesuatu kesalahan yang kita lupakan...”, gumama vera.

“Kesalahan kalian adalah apa yang kalian lakukan...”, terdengar suara dari suatu tempat.

“Siapa?”

“Di atasmu...”, vera melihat ke atas.

Matanya terbelalak melihat sesosok malaikat kecil tengah terbang di atas kepalanya.

“Kau...”

“Aku Ka... malaikat milik nona katsu...”

“Cih... mata-mata ya?”

“Kurang lebih...”

“Lalu ada masalah apa mata-mata kecil ini menunjukkan dirinya?”

“Tugasku sudah selesai... nona katsu sudah memerinthakanku untuk kembali...”

“Maksudnya mau pamitan?”

“Bukan... aku hanya mau memperingatkan... nona katsu baru menyadarinya belakangan ini kalau cairan itu mulai berubah warna menjadi putih...”

“Eh? Cairan di tabung itu!?”

“Harusnya menjadi tidak berwarna... tapi putih.. sampai nanti...”, ucap malaikat kecil itu dan langsung menghilang.

“Cih... kembarannya katsu beneran...”, ucap vera. Bergegas dia berlari ke arah ruangan terdalam itu.

“Lho? Ver? Mau kemana?”, tanya selai yang berpapasan dengan vera.

“Memastikan ucapan malaikat itu...”

“Heh?”

“Uhuk-uhuk... sudah mulai terasa...”, misa yang bersembunyi di ruangan mulai terlihat pucat.

“Queen? Anda tidak apa-apa?”, tanya chaos yang muncul dari kegelapan.

“Um... hanya tidak enak badan...”

“Jangan bohong.. ini juga pernah terjadi dulu...”

“Maksudmu?”

“Ini... gejala yang sama dengan princess...”

“Jadi begitu ya... 1 terbangun yang lain tertidur...”

- ke hutan -

“Seir... kita tersesat nih...”, ucap alex dengan pandangan sayu.

“Sabar... pasti akan ada jalan keluar...”, seiront tersenyum lembut dan membuat alex merasa aman untuk sesaat.

“Jangan mesra-mesraan...”, terdengar suara juki dari arah atas.

Alex dan seiront menengadah dan melihat juki dan kyu tengah melayang di atas keduanya.

“Yo...”, ucap kyu memberi salam.

“Kyu! Juki...”

“Lama tak jumpa...”, juki tersenyum lembut.

“Ju... juki senyum?”, lansung saja senyuman yang ada di wajah alex berubah menjadi wajah pucat.

“Aneh kan phi? Aneh kan?”, langsung saja kyu jadi bersemangat mengatakan hal itu.

“Cage!”, ucap juki sambil terus tersenyum. 3 buah bakso ia lemparkan dan mengenai seiront, alex dan kyu.

“Juki! Kok gw juga!”, teriak kyu dari dalam bola yang tadinya adalah bakso yang dilemparkan juki. Sementara alex dan seiront hanya tenang-tenang saja dengan hal itu.

“Diam klaau ingin kukeluarkan...”, senyum juki langsung berubah menjadi pandangan pembunuh berdarah dingin dan membuat kyu jadi terdiam.

Dengan cepat juki melakukan transport yang membuat mereka sampai di luar hutan dalam hitungan detik.

“Release...”

Bola yang membungkus kyu terlepas. Namun tidak untuk milik seiront dan alex.

“Juki? Kok nggak dilepas?”, tanya seiront agak bingung.

“Sandera tidak boleh mengucapkan hal aneh begitu”, balas juki sambil membelakangi mereka. Kyu yang menyadari akan hal itu hanya bisa terdiam.

“Sandera?”, ucap alex yang bingung sendiri.

“Ya... sandera... Field set... fish...”

Bola yang membungkus seiront dan alex pecah, tumpahan air mulai menyebar dalam radius 300 meter dan memenuhi daerah itu dengan air bagaikan aquarium tanpa kaca, menenggelamkan keempatnya.

“Juk... maksudnya ini apa?”, tanya kyu yang memang bisa bernafas dalam air.

“Aku... sudah lelah berpura-pura...”, jawab juki dengan tenang.

“Eh?”

“Kau merasakannya kan? Kabangkitan yang sebentar lagi terjadi?”

“Bukankah masih ada waktu?”

“Tidak... ini lebih cepat dari sebelumnya... Air...”, juki menjetikkan jarinya dan membuat gelembung udara untuk seiront dan alex bernafas.

“Ju... juki... maksud... mu apa?”, tanya alex kehabisan nafas.

“Ini... tujuan kami sebenarnya...”, jawab kyu yang sudah mengerti.

“Eh?”

“Karena itu... Fish... attack...”, juki terdengar ragu mengeluarkan serangan itu.

Segerombolan ikan menyerbu alex yang masih belum siap.

“Alex... shield...”, dengan sigap seiront melindungi alex dengan sihir pelindungnya yang ia pelajari dulu.

“Ju... ki... ky... u...”

“Mati atau melawan? Itu pilihanmu...”, ucap ky.

“Ini serius...?”

“Ya...”

“Kh... keinginan adalah penggerak kekuatan... fantasy adalah penyelamat... transform... angel of justice...”, alex agak ragu dengan hal itu.

“Sekarang... lawan aku dengan serius... fisher... trap!”, sebuah pusaran air menyelimuti alex dan seiront yang perlahan berubah menjadi ikan gergaji yang secara beruntun menyerang keduanya.

“Juk... sebaiknya sudahi dulu... ini hanya untuk peringatan...”, ucap kyu.

“Ya... sudah... dismiss...”, langsung saja air yang terkumpul dan ikan yang menyerang alex dan siront menghilang.

“A... auw...”, terlihat darah segar mengalir dari luka keduanya.

“kau percaya atau tidak kau harus percaya... tidak ingin tahu atau ingin... kau harus tahu...”, ucap kyu yang langsung menghilang.

“Sampai jumpa...”, disusul juki yang juga menghilang. Meninggalkan alex dan seiront yang trbaring di tanah dengan keadaan basah dan luka dimana-mana.

- castle -

“Eh... juki...”

“Yo...”

Juki langsung melewati selai hanya dengan sepatah kata itu dan masuk ke dalam sebuah ruangan yang khusus miliknya.

“Juki kenapa?”, tanya selain bingung.

“Bad mood mungkin”

“Heh?”

“tiba-tiba saja dia jadi aneh... terus nyerang alex...”

“Hah!? Itu kan rencananya masih lama”

“Itu juga yang kupikirkan... tapi dia bilang ada yang dipercepat...”

“!?”

“kenapa?”

“Vera sama misa juga bilang bergitu”

“Eh? Dia bilang perubahan yang terlalu cepat dan menghilang...”

“Hah? Nggak jelas...”

“Memang... mangkanya aku nggak ngerti sama sekali!”

Kyu dan selain hanya saling pandangan denagn peniuh kebingungan. Sementara misa dan juki terus mengurung diri di ruangannya masing-masing.

Chaos diminta oleh misa untuk melihat ke tempat tabung yang terus diperhatikan oleh malaikat milik katsu sebelumnya.

“warna ini... apa mungkin kebangkitan memang sudah dekat?”

“Kemungkinan itu... 99% benar...”

“Princess vodoo?”

“Aku sudah membacanya di bagian yang pernah kuartikan”

“Eh?”

“kebangkitan akan segera terjadi bilamana cairan menjadi tak berwarna... namun kebangkitan akan kejahatan akan terjadi bilamancairan menjadi putih...”

“Kalau begitu penyebab queen...”

“Misa kenapa?”

“dia...”

- Di lain hari -

“Kee... giamana keadaanya?”, tanya michi sambil menyibakkan tirai di hadapannya.

Di dalam sebuah kamar alex masih tertidur dengan bekas luka di tubuhnya dan berbagai perban menyelimuti tubuhnya.

“Iya... sudah agak baikan dari sebelumnya”, jawab keechi.

“Trus seiront?”

“Um... dia sih lagi pergi sama rin... katanya ngambil obat...”

“Gitu...”

“Michi...”

“Hm?”

“Apa benar yang di ucapin seiront itu bener? Kalau juki dan kyu yang nyerang mereka?”

“Entahlah... berharap saja itu nggak bener...”

“Kenapa kayaknya kamu g yakin gitu?”

“Aku pengen percaya kalau itu g bener... tapi liontin milik mereka ada di sana...”

“Mungkin saja terjatuh kan?”

“Kalau terjatuh pasti mereka akan kembali... tapi nyatanya?”

“Gi... gimana kalau itu dicuri? Mereka kan nggak tahu ada dimana kalau gitu...”

“Kalau dicuri... kemungkinan tipis...”

“Maksudmu...”

“Tapi kita kan nggak tahu... jadi tetaplah percaya sama mereka...”

“Um...”

Michi tersenyum pahit.

Saat itu mereka masih belum memberi tahu yang lain mengenai hal itu. Mereka masih belum yakin, karena itu mereka memutuskan untuk diam saja.

- pip...pip...pip -

“Ada panggilan tuh...”, ucap keechi.

“Dari killua...”

“Coba angkat...”

“Iya...”

‘michi!’

“Oh kil... da apa?”, michi melangkah keluar karena tidak ingin menggangu alex yang masih istirahat.

‘Kabar buruk barusan aku ketemu choyan sama stra...’

“Kabar baik kali...”

‘Bukan... kabar buruk!’

“Buruk dimananya?”

‘Mereka bilang kyu sama juki mata-mata’

“Jadi itu bener?”

‘Eh?’

“darimana mereka tahu?”

‘Mereka sendiri yang melihatnya’

“Eh?”

‘Juki... meatball fighter fish face... kyushi... soul of fight...’

“Lalu?”

‘Keduanya adalah orang yang meneror dunia ini sejak 500 tahuan yang lalu’

“Tapi kan kil...”

‘Tidak ada tapi-tapian...’

“Eh?”

‘Kita berkumpul di kafe sekarang! Cepet kembali!’

P.S

From pengarang yang mulai sedeng ^_^;

Ada yang tahu kenapa vera jadi wanita tua?

Padahal bisa saja dia muncul dengan wujud POV...

a. iseng

b. g ada kerjaan

c. mau nyoba cosplay

d. latihan akting

e. dasarnya emang gitu, kan dia udah 500 tahun lebih

One more thing

Karena 1 dan lain hal jadi dipercepat endingnya...

Jumat, 05 Juni 2009

Another art


Last boss and last chara
(ruise)


Sesuai permintaan dari beberapa pihak
yang merah di badannya itu darah lho
(chaos)

Fantasy of j_clubs (bagian sepuluh)

“Rest in peace...”, ucap ficel sambil membelakangi sesosok mayat hewan yang masih mengeluarkan darah dari sekujur luka di tubuhnya. Di giginya terlihat darah bekas menggigit sesuatu, terlihat dari potongan kain yang terselip di giginya.

“Sudah selesai?”, tanya vamp yang di bawah bibirnya terlihat sisa darah kering.

“Ya... tapi entah ini sudah keberapa...”

“Sebenarnya apa yang sudah terjadi di hutan ini?”

“Entahlah... yang jelas ini tidak biasa...”, ucap ficel sambil berjalan meninggalkan tempat itu.

“Tidak lazim ya?”, vamp bergumam dan terus memperhatikan darah segar yang mengalir dari tubuh bangkai itu. “Aku makan!”, ucap vamp begitu memastikan kalau ficel sudah pergi.

Dengan sigap ia keluarkan sebuah sedota bengkok dan menancapkannya pada leher hewan tersebut...

- tidak jauh dari situ -

“Lukamu sudah tidak apa-apa?”, tanya pure sambil tetap berkonsentrasi pada pengendalian kekuatannya.

“Um... sudah lebih baik dari sebelumnya”, ucap seorang pemuda yang tengah bersandar pada sebuah pohon besar. Di tangan kanannya terlihat bekas gigitan yang merupakan gigitan dari hewan yang baru saja di tumbangkan ficel dan vamp.

“Syukurlah...”, pure tersenyum lembut mendengar penuturan pemuda yang bernama reynard itu. Orang yang sering di temuinya datang ke kafe bersama dengan seorang gadis berambut merah.

“terimakasih ya...”, jawab reynard yang langsung jatuh terlelap dalam hitungan detik.

“Cepat banget...”, pure terheran-heran dengan tingkah pemuda yang seriang di perhatikannya itu.

Mata biru dengan rambut hijau yang dipotong pendek dengan menyisakan bagian depan tetap panjang hingga melebihi pundaknya. Telinga yang lancip serta tubuh yang tinggi... benar-benar mencermikan seorang elf...

Pure terus memandangi wajah rey yang tertidur di buai hembusan angin yang bertiup sesaat.

“Pure! Kami kembali...”, teriak ficel yang membuat lamunan pure buyar dan reflek meloncat ke belakang.

“Fi... ficel... vamp...”, ucap pure dengan nada setengan membentak saking terkejutnya.

“Hah? Napa pure? Kayak habis lihat hantu aja”, ucap ficel dengan pandangan bingung.

Di tangan kanannya terdapat borgol yang tersambung dengan sesuatu di belakangnya. Pure memperhatikan borgol itu, tanpa perlu bicara apa-apa ficel mengerti dengan apa yang ingin di ucapkan pure. Dengan sigap ia tarik borgol itu dengan kuat.

“Wadaw!”, vamp yang tengah astik menyedot darah yang masih segar itu tertarik hingga membentur pohon yang berada tepat disebelah pohon yang digunakan reynard untuk bersandar. Dan langsung saja karena kepalanya terbentur cukup keras vamp pingsan dan tak sadarkan diri.

“Fi... ficel...”, pure melihat ke arah dengan wajah pucat.

“Kita bermalam disini... jaga mereka... aku mau cari kayu bakar sama bahan makanan...”, ucap ficel cuek dan langsung meninggalkan pure beserta dua orang yang tengah pingsan itu.

Pure terdiam sambil melihat ke arah dimana ficel menghilang di balik semak-semak yang tumbuh subur di hutan itu.

Pure terus menunggu hingga ficel kembali dengan telaten mengganti kompres daun yang dibuatnya dari sebuah pohon yang daunnya terus-terus mengeluarkan air dari daunnya.

Hal itu ia lakukan karena beberapa saat setelah ficel pergi rey mulai demam disebabkan oleh lukanya.

“Em... aku...”, vamp mulai terbangun dari pingsannya.

“vamp... udah baikan?”, tanya pure yang tengan memetik daun lain yang mengeluarkan air.

“Hah? Ini dimana?”

“Di hutan... tadi kamu pingsan gara-gara terbentur...”

“ficel kurang ajar... menggagu santapanku saja...”

“Habis minum darah lagi?

“Iya... aku mau cari dia dulu...”, ucap vamp yang tanpa pikir panjang langsung hilang di telan hijaunya semak belukar meninggalkan pure berduaan dengan rey.

“Mereka hobi banget sih...”, gumam pure agak kesal dan mengganti daun yang suah kehabisan air itu dengan daun yang baru.

Berjam-jam sudah pure melakukan hal itu, namun ficel dan vamp belum kunjung kembali hingga akhirnya ia tertidur di sebelah rey karena letih menunggu.

Saat matahari sudah tenggelam rey bangun dan menyadari kalau pure tertidur di sampingnya. Rey memandang ke arah pure yang tertidur dengan pulas, seulas senyum lembut terlihat di wajahnya.

Dengan lembut ia tanggalkan jubah hijau tua yang dikenakannya dan menyelimuti pure dengan jubah itu dan berdiri sambil memandang ke arah sebuah gua yang tidak jauh dari situ. Dengan langkah berat ia berjalan ke dalam gua itu.

- di castle of drakness -

“Aku g ngerti!”, ucap vera yang langsung melemparkan buku yang secara bergilir di terjemahkan olehnya dan selain.

“Jangan ngamuk napa ver...”, ucap selain yang langsung menangkap buku itu.

“Habisnya aku agak kesel, selama 500 tahun ngebolak-balik tu buku baru dapet 30 halaman...”

“Apa boleh buat... kita kan g ngerti ni bahasa sama sekali”

“Kenapa dia pake bahasa yang aneh gitu sih?”

“Entah deh...”

“Mungkin... itu kode...”, ucap misa yang berdiri sambil memegangi sebuah boneka yang biasanya di mainkannya untuk mengendalikan sesuatu. Di tangan kanan boneka itu terlihat beberapa tetes darah yang tidak jelas dari mana keluar dengan derasnya. Vera yang melihat itu langsung pucat.

“My cute doll...”, ucap vera yang langsung merebut boneka itu dan memeluknya.

“Cuma boneka juga ver... g u---“

“Ini boneka vodoo kesaqyangan gw tau!”, bentak vera tanpa mau mendengar lanjutan dari ucapan selain.

“Tadi pas lagi di bawa ke hutan ada hewan yang nyerang...”, ucap misa.

“Heh!? Kenapa g dikendalikan saja!?”, bentak vera.

“Daritadi ada di laci juga! Gw juga baru nyadar!”

“Stop it lady...”

“DIEM!!!”

- back to the jungle book (halah) -

“Em... lho? Rey!?”, pure yang tersadar dari tidurnya mendapati rey yang tadi tertidur hilang tanpa jejak dari tempatnya tadi. Ia terus melhat ke seluruh penjuru arah namun tidak di dapatinya lelaki yang dicarinya, hanya api unggun yang menyala terus tanpa ada kayu yang dibakarnya.

“Pure... dapet banyak buah ni...”, ucap ficel yang keluar dari semak belukar sambil membawa sekeranjang buah dan menggendong vamp yang terus meronta-ronta karena kaki dan tangannya diikat. “Pure?”, tidak ada jawaban dari pure. Ia hanya berdiri mematung sambil memperhatikan jubah milik rey yang menyelumutinya tadi.

“Reynard... tidak ada...”, gumam pure.

“Mungkin dia pergi pure, buru-buru...”, ucap ficel sambil meletakkan keranjang dan vamp ke tanah.

“Aduh! Jangan asal banting napa! Orang nih!”, protes vamp yang langsung menggesek tali yang mengikat tangannya pada batu tajam yang menancap di atas tanah.

“Bukan... kalau dia buru-buru pasti dia ninggalin pesan...”

“Eh? Tahu dari mana?”, tanya vamp yang sibuk melepaskan ikatannya.

“Mana mungkin orang yang buru-buru sempat merapikan daun yang tadi kubiarkan berserakan dan membuat tempat api unggun yang sangat rapi...”, ucap pure.

“Kau mau bilang ada sesuatu yang tiba-tiba membuatnya pergi?”, tanya ficel.

“Di baru inget pas lagi selese beberes kali...”, ucap vamp. Pure terdiam beberapa saat.

“Iya juga ya... haha... aku kebanyakan mi---“

“Pure?”, pure terdiam begitu berbalik ke arah vamp dan ficel, sesosok bayangan yang tidak dikenalnya berdiri di sana dengan pandangan sayu.

“Re---“, belum sempat pure menyelesaikan ucapannya bayangan itu langsung menunjuk ke arah gua yang berada tidak jauh dari tempat itu. Vamp dan ficel tidak melihatnya karena mereka memang tidak melihat ke arah bayangan itu.

“Pure? Kok bengong...”, ucap ficel yang menguncang-guncang tubuh pure dengan agak keras.

“Kita... ke gua itu yuk...”, ucap pure yang langsung dengan semanga. Dengan cepat ia mengabil beberapa buah dan memasukannya ke dalam tas yang ia bawa dan menganakan jubah rey karena tidak muat untuk dimasukkan.

“Oi... jelasin dulu...”, pure tidak mendengarkan ucapan ficel dan langsung pergi begitu saja. Karena tidak diperdulikan ficel bergegas membereskan perlengkapannya dan pergi.

“Woi! Bukain iketan gw!!!!!!!”

Gua yang di masukki oleh pure terbilang cukup biasa dengan dua-dua yang ada. Namun ada sedikiat perbedaan, pada pintu gua itu terlihat sebuah tulisan yang dibaca “Qipvu le fupia paha”.

“Semoga benag ini cukup”, ucap rey yang terus mengulur sebuah benang yang menyela berwarna merah menyala dalam kegelapan.

Ia terus berjalan ke dalam, melewati banyak persimpangan dan akhirnya sampai di sebuah ruangan terdalam dari gua itu. Ruangan dimana seekor naga putih tertidur dengan naga merah yang menjaganya.

‘Ada pa kau datang?’, terdengar suara menggema di ruangan itu. Sementara kepala naga merah itu mendekat ke arah reynard.

“Aku... datang untuk membu---“

“REY!?”, pure berteriak begitu ia melihat rey.

“Ah... kalian...”, rey berbalik dengan seulas senyum.

“Wuh... ada naga lagi...”, ucap ficel. Sementara vamp berjalan sambil masih berusaha melepaskan ikatan di tangannya.

‘Teman rey ya?’

“Eh? Siapa?”

‘Aku...retsel... sang naga merah...’, ucap suara itu.

“Eh... naga bica---“

“PURE!?”, belum sempat pure menyelesaikan ucapannya sebuah pisau kecil menempel pada lehernya.

“Re... reynard?”

“Perintah dari tuan... bunuh para penghalang...”, pandangan mata kosong dari reynard ia tujukan pada pure. Ucapan yang sedingin es terus keluar.

“Rey? Kamu kenapa?”

“Rey? Heh... aku bukan reynard yang kau kenal...”, ucap reynard yang langsung melompat kebelakang.

‘Re---‘

“Diam!”, tanpa banyak bicara reynard langsung mengeluarkan sebuah benih dan melemparkannya pada kedua naga itu. Langsung saja benih itu tumbuh dan mengikat keduanya, membuatnya tidak bisa bergerak.

“Naganya!?”, ficel berlari ke arah kedua naga itu. Namun reynard menghentikannya dengan kekuatan airnya.

“Ficel!?”

“Pure... kita tidak punya pilihan lain...”

“Vamp!? Ta... tapi kan...”, pure melihat ke arah vamp dengan pandangan sayu. Vamp hanya diam dan mengagguk pelan.

“keinginan adalah penggerak kekuatan... fantasy adalah penyelamat... transform...”

“Innocent... soul...”, pure agak ragu menyebutkannya. Pandangannya terus tertuju pada reynard yang memandangnya dengan pandangan kosong.

“King of blood”, vamp berubah menjadi vampire asli yang mengenakan kemeja putih dengan jubah hitam. Gigi taringnya tumbuh hingga berada di luar mulutnya.

“Soul release...”, sedangkan ficel mengenakan pakaian pendeta yang agak berbeda.

“Hmp... sepertinya akan menarik...”, ucap rey tersenyum sinis. Pandanganya terus tertuju pada pure dan membuat gadis itu terdiam dengan pandangan berkaca-kaca.

‘Kalian... berhati-hatilah... ini pengaruh dari Princess of vodoo...’

“Eh?’

“Wavrent!!!”, sebuah gelombang besar keluar dari lingkaran sihir yang bercahaya di tangan rey. Lingkaran itu terus mengelurkan air tanpa henti dalam jumlah banyak.

“Shield...”, ficel memasng penghalang dari terjangan air itu. Sementara vamp beruah menjadi kelelawar hitam dan terbang menghindari air sambil mengangkat tubuh pure.

“Pure! Lakukan sesuatu! Kau tidak bisa seperti ini terus...”, ucap vamp yang mendaratkan pure di sebuah pijakan gua yang tinggi.

“Heh? Kalian pikir kalian bisa lari dariku!?”, ucap rey yang tanparagu langsung meloncat ke tempat pure. Namun ia terlontar kembal oleh sesuatu.

Bayangan yang tadi dilihta oleh pure, gadis bermata merah yang sayu.

“Kau... gadis yang tadi...”, ucap pure. Vamp berada pada posisi bertahan. Sementara di bawah ficel menahan rey yang berniat meloncat kembali.

“Tolong... tolong hentikan kakak...”, ucap gadis itu yang langsung menghilang.

“Eh?”

‘Dia ruina... adik rey...’

“Retsel?”

‘Harusnya dia ada bersama rey... namun karena terpisah rey jadi begitu...’

“Eh?”

‘Sekarang! Jangan ragu! Walaupun kau melukai rey luka itu tidak akan bertahan lama, selama masih dalam pengaruh rey tak akan mengalami luka fatal...’, ucap retsel sebelum rey menghansurkan atap gua di atas retsel dan membuatnya pingsan.

“Naga cerewet...”, ucap rey dengan pandangan kosong dan nada datar.

Pure yang melihat itu teriam dan mengepal tangannya dengan kuat.

“Itu bukan rey yang kukenal... wing of... destruction...”, ucap pure.

Sayapnya yang tadinya seperti sayap peri berwarna putih berubah menjadi hitam. Dengan cepat ia terbang ke arah rey sambil merapalakan mantra.

“Kau pikir bisa menga--- akh!”, belum sempat rey menyelesaikan ucapannya pure melepaskan anak panahnya dan mengenai luka rey yang masih terlihat dengan jelas.

“Maaf...”, ucap pure yang langsung menangkap tubuh rey yang tak sadarkan diri sebelum menyentuh tanah.

“Pure! Kamu hebat!”, ucap ficel sambil mengacungkan ibu jarinya. Pure hanya tersenyum tipis.

“Hum... begitu ya... kalau begitu boneka yang rusak ini sudah tidak berguna...”, vera muncul di hadapan pure.

“Ve---“

“Ne... ne... bicaranya nanti saja... aku lagi buru-buru... ini untuk kalian...”, ucap vera yang langsung melemparkan boneka yang rusak pada pure. Wajah boneka itu mirip dengan wajah rey.

“Itu... boneka vodoo?”, ucap ficel terkejut.

“Hehe... kalian tahu ya... padahal kupikir aku bisa menita bantuan misa... tapi gagal...”

“Eh?”

“Sudah ya... sampai jumpa... di pertarungan berikutnya”

“Vera! Tunggu!”

“Sebentar lagi dunia akan hancur... setelah jurus ini sempurna...”, ucap vera sambil tersenyum licik dan pandangan ingin membunuh. Hilang dalam sekejap meninggalkan teman-temannya.

- esok paginya -

“Maaf kan aku... sudah membuat kalian repot...”, ucap rey yang menundukkan kepalanya dalam-dalam.

“Tidak apa-apa kok rey... lagipula retsel bilan ini bukan salahmu...”, ucap pure sambil tersenyum.

Saat itu mereka berempat tengah berjalan menuju kota garivega yang berada tidak jauh dari gua itu. Meninggalkan retsel dan naga putih yang masih tertidur itu setelah berpamitan.

“Tapi... apa yang dimaksud vera itu...”, ucap ficel dan vamp bersamaan.

“Vera?”

“Iya... dia yang memberikan boneka ini pada kami...”, ucap pure yang menunjukkan boneka yang di berikan vera. Rey terbelalak melihat boneka itu. Wajah boneka itu amat di kenalnya.

“Ini... boneka dari princess of vodoo...”, gumam rey.

“Eh?”

“Princess of vodoo, 1 dari 5 orang yang menyebarkan kutukan keduania ini 500 tahun lalu...”

“Bisa tolong jelaskan lagi?”, pinta pure dengan pandangan berkaca-kaca.

“Sebaiknya minta adikku saja... ruina... tolong ya...”, ucap rey yang langsung menutup mata birunya dengan kelopak matanya.

Rambutnya yang pendek memanjang hingga menyentuh tanah. Telinga elfnya memendek dan tubuhnya pun berubah bagaikan tubuh seorang wanita dengan sepsang mata merah.

“Gadis yang tadi!?”, teriak pure, vamp dan ficel secara bersamaan.

“Perkenalkan... namaku ruina... aku adik kembar reynard...”

“Eh? Tapi kan kalian...”

“Aku meninggal tepat saat kutukan itu berlaku... karena itu aku tidak bisa lahir kembali dan menjadi hantu...”, ucap ruina sambil tersenyum lembut.

“lalu... kenapa tubuh re---“

“Begitulah... mungkin karena kami anak kembar...”

“Heh? Walaupun kembar rey itu elf... dan kamu manusia...”

“Yang benar half... ibu kami manusia... sedangkan ayah elf...”, ucap ruina yang masih tersenyum.

“Bukanya di dunia ini tidak ada yang bisa mempunya keturunan?”, vamp jadi bingung dengan penuturan ruina.

“Bisa... tapi sejak kutukan ini ada jadi tidak bisa... semua mungkin tidak ingat karena lhir berkali-kali dengan ingatan kosong. Tapi aku yang selama 500 tahun menjadi roh ingat...”

“Eh?”

“Dulunya kami hidup dari generasi-ke-generasi... bukan hidup dari reinkarnasi seperti ini... mereka yang mati tidak akan hidup kembali, hanya kenangan yang tertinggal... dan mereka yang terlahir adalah jiwa baru.., bukan jiwa yang lama...”

“Lalu kutukan itu...”

“Ya... kutukan agar kami terus hidup...”

Ruina terus menjelaskan akan kutukan yang ada di tempat itu selama 500 tahun lebih. Ingatan yang disimpannya sendiri tanpa pernah memberitahukan pada reynard sekalipun.

P.S :

Dari pengarang yang mulai sedeng...

Tadinya kan vamp diiket sampe gua...

Ada yang tahu kapan iketannya lepas? ^_^

a. waktu berubah

b. lepas sendiri

c. dilepasin ficel

d. kena cipratan air sihir rey yang brubah jadi es

e. digigit pake taringnya

Kamis, 21 Mei 2009

another chara


vamp


ficel


stradivarius


kise


kurap!

fantasy of j clubs (bagian delapan)

“Kaze... hati-hati ya...”, ucap shiro dengan nada lembut sambil mengulurkan tangannya ke arah kaze.

“Iya... kaze juga g mau jatuh lagi”, jawab kaze sambil membalas uluran tangan shiro.

“Kamu capek?”, tanya shiro lagi. Kaze hanya menggelengkan kepalanya.

“...”

“Selama sama shiro rasa capeknya ilang kok”, ucap kaze dengan senyum manja.

“...”

“Sungguh? Ehe... senangnya kalau kaze bilang gitu...”, shiro merangkul kaze dengan lembut dan mengecup kening gadis itu.

“...”

“Ehehe... lagi...”, pinta kaze manja.

“...”

“Ya udah... kali ini di...”

“Jangan ngomong mulu napa! Jalan!”, potong kup sambil memukuil kepala shiro dengan cukup keras.

“Kup! Jangan mukul kepala orang napa!”, pinta kaze dengan nada agak di tinggikan.

“Lagian dari tadi kagak ada kemajuan ma sekali. Udah 3 jam di tungguin g jalan-jalan”, kup melipat ke dua tanganya dengan pandangan sinis.

“Kalo gitu kan tinggal bilang”, jawab shiro sambil mengelus kepalanya yang baru saja di pukul dengan sebuah kayu itu.

“Eh... sejaman lebih gw ngemeng kagak di tanggepin...”, jawab kup yang sejak tadi ucapannya tidak di tanggapi dan akhirnya memutuskan untuk menunggu.

“Ehehe... maaf kup...”, ucap kaze.

“Udah ah... jalan yuk...”, shiro menggandeng tangan kaze dan berlaru mendahului kup yang belum selesai bicara.

“Kalau dia bukan temen gw udah kubunuh ni anak dari dulu”, ucap kup sambil mengepal tangannya dengan amat sangat kuat.

Saat itu mereka bertiga ada di sebuah desa yang terkenal dengan nama desa Reinfort. Berada di arah selatan dari lokasi kafe dan merupakan desa yang cukup kecil dan agak trisolasi dari dunia luar.

“Pesan kamar berapa orang?”, tanya resepsionis pada kup.

“2 kamar aja...”, jawab kup.

“Baik... ini kuncinya... kamar pertama dan kedua dari ujung kiri”, ucap resepsionis itu sambil memberikan kunci pada kup.

Kup berjalan meninggalkan meja resepsionis dan berjalan ke arah kaze dan shiro yang menuggunya di luar sambil memperhatikan pernak-pernik yang d jual di toko yang tidak jauh dari hotel yang akan mereka pakai untuk menginap.

“Oi... kaz... ni kunci kamarmu”, ucap kup sambil melemparkan kunci kamar pada kaze.

“kaze... kita sekamar ya?”, ucap shiro manja.

“Lo sekamar ma gw!”, kup memukul kepala shiro dengan cukup kuat dengan sebuah kayu.

“Aduh... kup g bisa di ajak kerja sama ni”, jawab shiro.

“shiro... kaze duluan ke kamar...”, ucap kaze yang langsung pergi meninggalakan shiro dan kup berdua.

“Maksudmu ga bisa di ajak kerjasama apaaan”, tanya kup pura-pura tidak tahu apa yang sedang ada di pikiran shiro dan membuat shiro tersudut dengan tatapan tajam dari kup.

‘Pip... pip...’

“Ada yang manggil tuh”, ucap shiro mengalihkan perhatian.

“Tau...”, kup mengambil liontin yang di taruhnya di saku bajunya dan menekan tombol yang menyala. No 3...

“Kup... ah... di angkat juga”, terdengar suara dari sebrang dan wajah reika yang muncul di layar.

“Ada apa rei?”, tanya kup dengan nada datar.

“Gini kup... soal misa...”, rei agak ragu meneruskan ucapannya.

“Misa kenapa?”, tanya shiro penasaran.

“Misa... misa jadi...”

“Misa itu queen of death!”, potong kura.

“Eh!? Kurap!”, ucap shiro dengan senyum licik.

“Queen of death itu apa?”, tanya kup.

“Itu legenda tentang ratu penguasa dunia orang mati... tapi anehnya di dunia ini tidak ada yang bisa mati, mangkanya aku minta bantuan”, ucap kura.

“Bantuan?”

“iya... kalian ada di desa reinfort kan? Tolong kunjungi seorang kepala desa yang tinggal tidak jauh dari desa itu”, pinta reika.

“Um... ya udah... besok kami ke sana...”, ucap kup.

“Tolong ya... kalau g kise bakalan ngurung diri mulu”, ucap kura yang langsung memutuskan sambungan.

“Apaan noh? Minta tolongnya gitu banget”, protes shiro.

“Ah! Biarin lah!”

Malamnya harinya suasana tampak sepi di desa itu. Tidak ada seorangpunyang terjaga... em... pengecualian deh...

“hehe... udah tidur dia...”, ucap shiro begitu memastikan kalau kup yang sekamar dengannya sudah tidur dengan pulas. Ia berjalan sejengkal-demi-sejengkal tanpa menimbulkan suara sekecil apapun.

‘Brakkk’, belum ada ada setengahj meter ia berjalan terdengar suara keras dari kamar kaze yang membuat kup terbangaun secara reflek.

“Barusan...”, kup memandang ke arah shiro dengan pandangan menerawang.

“Waaa... bukan gw! Liat! Gw baru mau jalan”, ucap shiro berdalih.

“Bukan ntu. Rasanya tadi gw dengar suara dari kamar kaze”, ucap kup.

“Suara?”, tanya shiro yang tidak mengerti. Kup memandang ke arah shiro untuk beberapa saat dengan pandangan bingung.

“Mungkin Cuma perasaan... tapi...”, pandangan bingung yang di tujukan pada shiro kini berubah menjadi pandangan tajam. Dan tanpa banyak bicara kup langsung merantai kaki shiro dengan lantai dan kembali tidur.

“Woi! Kup! Kok di rante!”, teriak shiro yang berkumandang sepanjang malam menggantikan jangkrik yang sedang hening tak bersuara.

Saat itu tidak ada yang menyadari kalau suara yang di dengar kup barusan bukanlah suara angin atau hanya perasaan. Tapi memang suara yang berasal dari kamar kaze.

“Kaze... bangun... udah pagi...”, ucap shiro sambil mengetuk pintu kamar kaze.

“suara mu aneh amat...”, ucap kup menahan tawa mendengar suara shiro yang hampir habis.

“Semaleman habis tukeran ma jangkrik...”, ucap shiro malas menganggapi sindiran shiro.

Selama beberapa menit shiro mengetuk pintu kaze tapi tidak ada jawaban sama sekali dari dalam. Hanya suara angin yang berhembus. Shiro dan kup yang mulai penasaran saling berpandangan penuh tanya.

“Kaze... di buka ya...”, ucap shiro meminta ihin yang langsung mengeluarkan kunci cadangan yang memang di berikan oleh kaze kemarin.

Pintu terbuka secara perlaha. Semilir angin yang mesuk melalui jendela yang berada dalam 1 garis lurus dengan pintu menerpa ke duanya yang terdiam memandang sebuah kamar yang porak-poranda.

“Habis... ada apa!?”, ucap kup dengan nada bingung.

“Kaze?”, shiro memanggil nama kaze dengan nada lembut dan melihat ke sekeliling kamar dan berfikir kalau kaze sedang mengerjai ke duanya.

“Shiro... sini deh...”, kup melambaikan tangan seolah meminta shiro untuk mendekatinya.

“Apa kup?”

“Ini tulisan tangan kaze bukan?”, tanya kup sambil menunjukkan sebuah pesan yang terdapat di meja.

“Bukan...”

“Coba baca”, kup menyodorkan kertas itu pada shiro dan membaca tulisan itu dengan seksama.

“Kaze ada di tanganku... kalau kalian ingin dia kembali temui aku di rumah kepala desa”, shiro membaca surat itu dengan nada datar dan langsung merobek kertas itu menjadi 2 bagian.

“Jadi yang semalem bukan perasaanku...”, ucap kup.

“Prasaan atau tidak... akan ku rebut kaze kembali...”, ucap shiro dengan pandangan berapi-api.

“Yah... ku bantu deh...”

“G perlu...”

“Hah?”

“Ini ku urusanku... akan ku lakukan sendiri...”, shiro melihta ke arah kup dengan memberikan beberapa isyarat. Kup mengerti dengan isyarat itu dan hanya mengangguk pelan.

“Baiklah... sampai jumpa...”, ucap kup sambil melambaikan tangannya ke arah shiro dan meninggalkannya ke arah yang berlawanan. Shiro tidak mengucapkan hal apapun dan pergi begitu saja.

- some where -

“Hei... apa sudah ada perkembangan?”, tanya misa sambil meletakkan boneka yang sejak tadi di utak-atik olahnya.

“Um... baru dapet setengah lembar mis...”, jawab selain.

“Jyah... mendungan vera deh... dia satu lembar 5 jam... lah elu... seharian barus segitu”, ejek misa.

“Kenapa manggil nama asli...?”

“Mumpung g ada vera...”, ucap misa sambil tersenyum lembut.

“Jyah... ternyata lu takut juga...”

“Habisnya kalau ketauan bisa dibunuh vera...”

“Kamu kan penguasa dunia orang mati?”

“Walapun begitu aku masih belum bisa menguasainya seperti yang tertera di buku...”

Misa dan selain saling berpandangan untuk beberapa saat sambil menghela nafas secara bersamaan.

“walaupun sudah bangkit sejak 500 tahun lalu tapi tetap saja masih belum sempurna tanpa dewa kematian yang lain... begitu juga POD... tanpa princess kekuatanmu hanya setengah... sedangkan aku butuh pengendali yang lain...”, ucap vera yang baru saja memasuki ruangan dengan tenang dan tanpa masalah sama sekali.

“Eh!? POV!?”, teriak selain dan misa terkejut.

“Udahlah... aku capek nyebut nama samaran”

“...”

- tempat shiro -

“Jadi ini rumah kepala desa? Tidak terawat banget...”, ucap shiro.

Dia berdiri di depan sebuah puing-puing reruntuhan rumah yang kelihatannya baru saja runtuk semalam.

“Heh... aku tidak tahu kau akan sampai secepat ini...”, ucap sesorang yang berdiri di belakang shiri. Jari-jarinya yang lentik memegangi wajah shiro dengan lembut.

“siapa kamu?”, tanya shiro dengan tenang tanpa beranjak dari tepatnya berdiri.

“Heh... dinginnya...”

“Aku tanya siapa!?”

“Hum... tidak akan ku jawab... lihatlah di belakang reruntuhan itu”, tangan yang sebelumnya mengerayangi wajah shiro bergerak dan menunjuk ke sebuah tempat. Shiro berjalan ke tempat yang di tunjuknya.

“kaze!?”, shiro berteriak dan berlari ke arah kaze yang tengah tergeletak di atas tanah. Namun kakinya terasa berat dan tidak bisa di gerakkan.

“Fufu... reaksi yang menarik... tapi jangan harap kau bisa pergi ke tempatnya begitu saja...”

“Apa maumu!?”

“Hanya menjalankan perintah dari tuan...”

“tuan...?”

“Hihi... tidak akan menarik kalau aku katakan sekarang... kau akan tahu cepat atau lambat”, gadis yang berdiri di belakang shiro kembali meletakkan tangannya di wajah shiro. Tapi tidak dengan lembut seperti sebelumnya. Melainkan mencakar wajahnya dengan kukunya dan membuat darah segar mengalir.

“Kh!? Kalau begitu siapa namamu? Jangan hanya berdiri di belakangku”

Perlahan gadis itu menurunkan tangannya dan berjalan ke depan shiro. Gadis itu adalah orang yang sebelumnya di temui oleh kyo, ega dan max...

“Chaos...”, ucap chaos dengan tenang dan tanpa masalah sama sekali.

“Cha... os?”

“Sebelumnya ke tiga temanmu menemuiku dan menghancurkan bangunan ini...”

“Tiga?”, shiro makin bingung dan tidak mengerti sama sekali dengan ucapan chaos.

“... bebal..”, gumam chaos yang langsung berbalik dan menghilang.

“Hah? Orang yang aneh... ah... kaze!”, shiro melihat ke arah tempat kaze tergeletak. Namun tidak ada apun yang dilihatnya, hilang tanpa bekas.

- tempat kup -

“Desa ini aneh... masak rumah kepala desa ada dua?”, gumam kup sambil terus menyingkirkan semak belukar yang tinggi menjulang untuk membuka jalan ke depan.

Berjam-jam sudah dia berjalan namun tidak menemukan ujung dari jalan itu, malam pun tiba dengan bulan purnama menghiasi langit yang gelap tanpa ada bintang yang menemani. Suara burung hantu dan gesekan rerumputan bergemuruh menghapus ke heningan malam.

“Hah... kapan sih ini nyempenya?”, ucap kup yang hampir kesal dan memutuskan untuk berhenti sejenak dan memikirkan ide lain untuk keluar dari situ.

Beberapa lama ia tenggelam dalam pemikirnnya dan secara tidak sengaja sekelebat bayangan melintas di atasnya.

“Barusan... keinginan adalah penggerak kekuatan... fantasy adalah penyelamat... transform...”, tanpa pikir panjang kup langsung berubah dan mengejar sesuatu yang berlari di depannya dengan sambil terus memutar pedangnya untuk memotong semak-semak yang menggagu.

Setelah berlari cukup sebentar ia sampai di jalan tepi dari rimbunan semak itu. Di sebuah jalan yang cukup sepi dan sebuah bangunan bergaya tua yang berdiri dengan kokoh di hadapannya.

“Kenapa g dari tadi aja gini? Repot amat gw dari tadi pagi...”, keluh kup pada dirinya sendiri.

“Kup?”, ucap seseorang yang berdiri di depan pintu masuk rumah itu.

“Hm? Lho shiro?”

Werewolf..”, cahaya bulan bergerak menyinari orang yang berdiri di depan pintu itu. (detailna bayangin aja manusia serigala kayak apa).

“Sama aja toh...”, ucap kup sambil menyarungkan pedangnya.

“Yah... serahlah...”

“Kaze mana? Tadi kan kamu pergi jemput dia?”

“Kaze g ada disitu kok... dia ada disini”

“Eh?”

“Coba baca...”, shiro menyerahkan sebuah kertas lain yang ditemukannya di reruntuhan yang tadi di kunjunginnya.

Dalan kertas itu tertulis kalau kaze di bawa ke rumah kepala desa yang baru dan berada di arah yang berlawanan dari tempatnya berada sekarang.

“Hah... pan---“

“Wind slacer!”, dari dalam ruangan terdengar teriakkan yang tidak asing di telinga keduanya.

“...”, bangunan rumah itu terbelah menjadi dua bagain dan ambruk dengan sendirinya tanpa ada seorangpun yang terluka tertimpa reruntuhan itu.

“Kaze!?”, teriak shiro begitu melihat siapa yang berdiri di tengah reruntuhan bangunan itu.

“Ah.... shiro...”, kaze melambaikan tangannya ke arah shiro tanpa ada keraguan sama sekali dengan senyum lebar trlihat di wajahnya.

“Kaz... ini gimana?”, tanya kup agak bingung.

Kaze mengenakan kimono berwarna biru muda dan sebuah kipas kecil yang hanya ada pengaitnya. Namun saat kaze menghampaskan kipas itu akan terbuat angin besar yang dapat di kendalikan sesukannya.

“Um... g tau deh...”, jawab kaze sekenanya.

“Akh... tidak kalian tidak tema kalian... jangan menghancurkan rumah orang lain...”, chaos tiba-tiba muncul di belakang kaze dengan wajah penuh amarah dan memanggil beberapa anak buahnya.

“Wah... hebat...”, shiro menepuk kedua tangannya.

“Hehe... ayo beraksi shiro...”, dengan penuh semangat kaze melompat ke arah shiro dan mendarat di pundaknya sambil berdiri.

“lakukan sesukamu...”, ucap kup.

“Heh... jangan kira aku akan berbaik hati untuk kali ini... WOOD... WATER... FIRE... EARTH!!!”, chaos yang sudah kehabisan kesabaran langsung menggunakan sihir empat element sekaligus.

Namun shiro menghindar sambil melompat ke tempat yang lebih tinggi, saat ia mendarat di sebuah dahan pohon, rantng pohon itu mulai menjeratnya dan membuatnya tidak bisa melompat dari tempat itu. Saat ia berlutut untuk melepaskan ranting itu chaos mengambil kesempatan menyerang menggunakan element air.

Namun kaze berhasil menghalangi serangan itu dengan perisai yang terbuat dari angin dengan tetap mempertahankan kekuatannya untuk menahan sihir api milik chaos.

Sementara kup sibuk mengehindari serangan beruntun dari sihir tanah yang digunakan chaos tanpa tertalu lama berpijak pada suatu tempat.

“Kalau begini sih tidak akan ada habisnya...”, ucap kaze yang mulai kelelahan.

“Haha... larilah sepuas kalian... hahaha...”, chaos terus tertawa melihat musuhnya kesulitan menghindari serangannya yang beruntun.

“Cih... kalau bisa mendekatinya ini kan mudah...”, ucap shiro dan kup secara bersamaan.

“Akan kubuatkan jalan itu...”, terdengar seseorang dari belakang keduanya dan sekelebat bayangan mulai mendekati mereka.

“Love paradise...”, ucap max, ega dan kyo begitu muncul dari semak belukar. Serangan mereka menyegel 3 sihir milik chaos.

“Kalian lagi!?”, ucap chaos agak geram.

“Bukan Cuma mereka... Hell punish...”, die yang muncul dari semak belukar yang sama mengibaskan sabit dewa kematian berwarna silver total itu dan membuat beberapa gelembung yang manyebar ke berbagai arah dan menutup permukaan tanah. Menyegel sihir tanah yang digunakan oleh chaos.

Jubah berwarna silver dengan beberapa gambar tengkorak yang terbuat dari benang berwarna silver dikenakannya. Dilengkapi dengan sebuah topi ala kobi yang di beri sebuah pita hitam di sekitarnya.

“Grhhh...”

“Shiro! kaze! Sekarang!”, teriak kup yang menahan niatnya untuk bertanya karena memang tidak ada waktu untuk bertanya saat itu.

“Wind corridor...”, kaze mengikat chaos menggunakan angin yang ia buat menjadi seperti tali yang kuat.

“Beast claw”

“Thunder slash”, sedangkan kup dan shiro menyerang chaos secara langsung dan membuat tubuhnya terbelah 2.

“Yey! Berhasil!”, ucap kaze sambil melompat kesenengan.

“Belum kaz...”, ucap die dengan pandangan tajam ke arah tubuh chaos yang terbagi 2 tergeletak.

“Akh!? Hi... hilang?”, tubuh itu berangsur angsur hilang menguap dalam gumpalan-gumpalan hitam yang terus menyebar dan hilang begitu mencapai jarak yang tertentu.

- beberapa saat kemudian -

“Eh!? Die kepala desa Reinfort!?”, kup, kaze dan shiro mengucapkannya selama beberapa saat.

“Ada masalah?”, tanya die yang masih berusaha menahan tawa.

“Iya... kenapa ada 3 rumah kepala desa?”, ucap kup.

“Um... itu jebakan chaos... yang asli Cuma satu”, jawab die yang mulai menuang minuman yang baru dibuatnya.

“Lalu kenapa die bisa muncul di saat yang tepat?”, gantian shiro yang bertanya.

“Um... soalnya summon ku yang manis ini memberitahuku...”, ucap die sambil memanggil summonnya yang hanya berupa sesosok tengkorak dengan tinggi tidak lebih dan tidak kurang dari 30cm.

“Trus... die kapan ada di dimensi ini?”, lanjut kaze yang bertanya. Kup dan shiro mengambil cangkir minuman yang baru saja dituang oleh die.

“Um... sekitar 250 tahun yang lalu...”, ucap die tanpa ada keraguan sama sekali. Langsung saja kup dan shiro tersedak dan memuntahkan kembali minuman yang bahkan belum sempat masuk ke tenggorokan mereka.

“Duh... ayank! Kup! Jorok!”, ucap kaze dengan nada agak di tekan.

“Du... 250 tahun? G salah?”, tanya kup.

“Um... ah... salah denk...”

“Tuh kan... mungkin maksudnya 250 bu---“

“Yang bener 280 tahun...”, potong die sebelum sempat shiro menyelesaikan ucapannya.

“hantu kedua setelah mis!”, ucap kup, shiro dan kaze bersamaan sambil menunjuk die dengan wajah pucat.

“Ngawur... aku ini dewa kematian...”

“Eh? Dewa kematian?

“Yup...”

“beritahu kami tentang misa... the Queen of death...”, langsung saja kup menuju pokok masalah tanpa berniat menanyakan yang lainnya.

Die terdiam sesaat mendengar pertanyaan kup.

“baiklah... rupanya kalian tahu soal itu... akan kuceritakan mengenai... QOD, POV, POD, SOF, MF3”, ucap die yang berjalan menuju sisi jendela dimana bulan purnama dapat terlihat dengan jelas.

“hah?”, yang lain hanya bisa bingung tidak mengerti dengan ucapan die yang disingkat-singkat itu.

P.S:

From penulis yang mulai sedeng...

Ngomong-ngomong... trio okama g keliatan di akhir -.-“

Ada yang tau pada kemana? Ayo main tebak-tebakan ^_^

a. lagi sibuk bergaya ala mereka di tempat kejadian perkara

b. lagi di suruh-sururh die beberes kamar buat kup, shiro dan kaze

c. lagi pergi mengelana ninggalin yang lain

d. lagi berburu brondong sekalian nyalon

e. nyangkut di semak belukar begitu nyegel sihir chaos