“Kaze... hati-hati ya...”, ucap shiro dengan nada lembut sambil mengulurkan tangannya ke arah kaze.
“Iya... kaze juga g mau jatuh lagi”, jawab kaze sambil membalas uluran tangan shiro.
“Kamu capek?”, tanya shiro lagi. Kaze hanya menggelengkan kepalanya.
“...”
“Selama sama shiro rasa capeknya ilang kok”, ucap kaze dengan senyum manja.
“...”
“Sungguh? Ehe... senangnya kalau kaze bilang gitu...”, shiro merangkul kaze dengan lembut dan mengecup kening gadis itu.
“...”
“Ehehe... lagi...”, pinta kaze manja.
“...”
“Ya udah... kali ini di...”
“Jangan ngomong mulu napa! Jalan!”, potong kup sambil memukuil kepala shiro dengan cukup keras.
“Kup! Jangan mukul kepala orang napa!”, pinta kaze dengan nada agak di tinggikan.
“Lagian dari tadi kagak ada kemajuan ma sekali. Udah 3 jam di tungguin g jalan-jalan”, kup melipat ke dua tanganya dengan pandangan sinis.
“Kalo gitu kan tinggal bilang”, jawab shiro sambil mengelus kepalanya yang baru saja di pukul dengan sebuah kayu itu.
“Eh... sejaman lebih gw ngemeng kagak di tanggepin...”, jawab kup yang sejak tadi ucapannya tidak di tanggapi dan akhirnya memutuskan untuk menunggu.
“Ehehe... maaf kup...”, ucap kaze.
“Udah ah... jalan yuk...”, shiro menggandeng tangan kaze dan berlaru mendahului kup yang belum selesai bicara.
“Kalau dia bukan temen gw udah kubunuh ni anak dari dulu”, ucap kup sambil mengepal tangannya dengan amat sangat kuat.
Saat itu mereka bertiga ada di sebuah desa yang terkenal dengan nama desa Reinfort. Berada di arah selatan dari lokasi kafe dan merupakan desa yang cukup kecil dan agak trisolasi dari dunia luar.
“Pesan kamar berapa orang?”, tanya resepsionis pada kup.
“2 kamar aja...”, jawab kup.
“Baik... ini kuncinya... kamar pertama dan kedua dari ujung kiri”, ucap resepsionis itu sambil memberikan kunci pada kup.
Kup berjalan meninggalkan meja resepsionis dan berjalan ke arah kaze dan shiro yang menuggunya di luar sambil memperhatikan pernak-pernik yang d jual di toko yang tidak jauh dari hotel yang akan mereka pakai untuk menginap.
“Oi... kaz... ni kunci kamarmu”, ucap kup sambil melemparkan kunci kamar pada kaze.
“kaze... kita sekamar ya?”, ucap shiro manja.
“Lo sekamar ma gw!”, kup memukul kepala shiro dengan cukup kuat dengan sebuah kayu.
“Aduh... kup g bisa di ajak kerja sama ni”, jawab shiro.
“shiro... kaze duluan ke kamar...”, ucap kaze yang langsung pergi meninggalakan shiro dan kup berdua.
“Maksudmu ga bisa di ajak kerjasama apaaan”, tanya kup pura-pura tidak tahu apa yang sedang ada di pikiran shiro dan membuat shiro tersudut dengan tatapan tajam dari kup.
‘Pip... pip...’
“Ada yang manggil tuh”, ucap shiro mengalihkan perhatian.
“Tau...”, kup mengambil liontin yang di taruhnya di saku bajunya dan menekan tombol yang menyala. No 3...
“Kup... ah... di angkat juga”, terdengar suara dari sebrang dan wajah reika yang muncul di layar.
“Ada apa rei?”, tanya kup dengan nada datar.
“Gini kup... soal misa...”, rei agak ragu meneruskan ucapannya.
“Misa kenapa?”, tanya shiro penasaran.
“Misa... misa jadi...”
“Misa itu queen of death!”, potong kura.
“Eh!? Kurap!”, ucap shiro dengan senyum licik.
“Queen of death itu apa?”, tanya kup.
“Itu legenda tentang ratu penguasa dunia orang mati... tapi anehnya di dunia ini tidak ada yang bisa mati, mangkanya aku minta bantuan”, ucap kura.
“Bantuan?”
“iya... kalian ada di desa reinfort kan? Tolong kunjungi seorang kepala desa yang tinggal tidak jauh dari desa itu”, pinta reika.
“Um... ya udah... besok kami ke sana...”, ucap kup.
“Tolong ya... kalau g kise bakalan ngurung diri mulu”, ucap kura yang langsung memutuskan sambungan.
“Apaan noh? Minta tolongnya gitu banget”, protes shiro.
“Ah! Biarin lah!”
Malamnya harinya suasana tampak sepi di desa itu. Tidak ada seorangpunyang terjaga... em... pengecualian deh...
“hehe... udah tidur dia...”, ucap shiro begitu memastikan kalau kup yang sekamar dengannya sudah tidur dengan pulas. Ia berjalan sejengkal-demi-sejengkal tanpa menimbulkan suara sekecil apapun.
‘Brakkk’, belum ada ada setengahj meter ia berjalan terdengar suara keras dari kamar kaze yang membuat kup terbangaun secara reflek.
“Barusan...”, kup memandang ke arah shiro dengan pandangan menerawang.
“Waaa... bukan gw! Liat! Gw baru mau jalan”, ucap shiro berdalih.
“Bukan ntu. Rasanya tadi gw dengar suara dari kamar kaze”, ucap kup.
“Suara?”, tanya shiro yang tidak mengerti. Kup memandang ke arah shiro untuk beberapa saat dengan pandangan bingung.
“Mungkin Cuma perasaan... tapi...”, pandangan bingung yang di tujukan pada shiro kini berubah menjadi pandangan tajam. Dan tanpa banyak bicara kup langsung merantai kaki shiro dengan lantai dan kembali tidur.
“Woi! Kup! Kok di rante!”, teriak shiro yang berkumandang sepanjang malam menggantikan jangkrik yang sedang hening tak bersuara.
Saat itu tidak ada yang menyadari kalau suara yang di dengar kup barusan bukanlah suara angin atau hanya perasaan. Tapi memang suara yang berasal dari kamar kaze.
“Kaze... bangun... udah pagi...”, ucap shiro sambil mengetuk pintu kamar kaze.
“suara mu aneh amat...”, ucap kup menahan tawa mendengar suara shiro yang hampir habis.
“Semaleman habis tukeran ma jangkrik...”, ucap shiro malas menganggapi sindiran shiro.
Selama beberapa menit shiro mengetuk pintu kaze tapi tidak ada jawaban sama sekali dari dalam. Hanya suara angin yang berhembus. Shiro dan kup yang mulai penasaran saling berpandangan penuh tanya.
“Kaze... di buka ya...”, ucap shiro meminta ihin yang langsung mengeluarkan kunci cadangan yang memang di berikan oleh kaze kemarin.
Pintu terbuka secara perlaha. Semilir angin yang mesuk melalui jendela yang berada dalam 1 garis lurus dengan pintu menerpa ke duanya yang terdiam memandang sebuah kamar yang porak-poranda.
“Habis... ada apa!?”, ucap kup dengan nada bingung.
“Kaze?”, shiro memanggil nama kaze dengan nada lembut dan melihat ke sekeliling kamar dan berfikir kalau kaze sedang mengerjai ke duanya.
“Shiro... sini deh...”, kup melambaikan tangan seolah meminta shiro untuk mendekatinya.
“Apa kup?”
“Ini tulisan tangan kaze bukan?”, tanya kup sambil menunjukkan sebuah pesan yang terdapat di meja.
“Bukan...”
“Coba baca”, kup menyodorkan kertas itu pada shiro dan membaca tulisan itu dengan seksama.
“Kaze ada di tanganku... kalau kalian ingin dia kembali temui aku di rumah kepala desa”, shiro membaca surat itu dengan nada datar dan langsung merobek kertas itu menjadi 2 bagian.
“Jadi yang semalem bukan perasaanku...”, ucap kup.
“Prasaan atau tidak... akan ku rebut kaze kembali...”, ucap shiro dengan pandangan berapi-api.
“Yah... ku bantu deh...”
“G perlu...”
“Hah?”
“Ini ku urusanku... akan ku lakukan sendiri...”, shiro melihta ke arah kup dengan memberikan beberapa isyarat. Kup mengerti dengan isyarat itu dan hanya mengangguk pelan.
“Baiklah... sampai jumpa...”, ucap kup sambil melambaikan tangannya ke arah shiro dan meninggalkannya ke arah yang berlawanan. Shiro tidak mengucapkan hal apapun dan pergi begitu saja.
- some where -
“Hei... apa sudah ada perkembangan?”, tanya misa sambil meletakkan boneka yang sejak tadi di utak-atik olahnya.
“Um... baru dapet setengah lembar mis...”, jawab selain.
“Jyah... mendungan vera deh... dia satu lembar 5 jam... lah elu... seharian barus segitu”, ejek misa.
“Kenapa manggil nama asli...?”
“Mumpung g ada vera...”, ucap misa sambil tersenyum lembut.
“Jyah... ternyata lu takut juga...”
“Habisnya kalau ketauan bisa dibunuh vera...”
“Kamu kan penguasa dunia orang mati?”
“Walapun begitu aku masih belum bisa menguasainya seperti yang tertera di buku...”
Misa dan selain saling berpandangan untuk beberapa saat sambil menghela nafas secara bersamaan.
“walaupun sudah bangkit sejak 500 tahun lalu tapi tetap saja masih belum sempurna tanpa dewa kematian yang lain... begitu juga POD... tanpa princess kekuatanmu hanya setengah... sedangkan aku butuh pengendali yang lain...”, ucap vera yang baru saja memasuki ruangan dengan tenang dan tanpa masalah sama sekali.
“Eh!? POV!?”, teriak selain dan misa terkejut.
“Udahlah... aku capek nyebut nama samaran”
“...”
- tempat shiro -
“Jadi ini rumah kepala desa? Tidak terawat banget...”, ucap shiro.
Dia berdiri di depan sebuah puing-puing reruntuhan rumah yang kelihatannya baru saja runtuk semalam.
“Heh... aku tidak tahu kau akan sampai secepat ini...”, ucap sesorang yang berdiri di belakang shiri. Jari-jarinya yang lentik memegangi wajah shiro dengan lembut.
“siapa kamu?”, tanya shiro dengan tenang tanpa beranjak dari tepatnya berdiri.
“Heh... dinginnya...”
“Aku tanya siapa!?”
“Hum... tidak akan ku jawab... lihatlah di belakang reruntuhan itu”, tangan yang sebelumnya mengerayangi wajah shiro bergerak dan menunjuk ke sebuah tempat. Shiro berjalan ke tempat yang di tunjuknya.
“kaze!?”, shiro berteriak dan berlari ke arah kaze yang tengah tergeletak di atas tanah. Namun kakinya terasa berat dan tidak bisa di gerakkan.
“Fufu... reaksi yang menarik... tapi jangan harap kau bisa pergi ke tempatnya begitu saja...”
“Apa maumu!?”
“Hanya menjalankan perintah dari tuan...”
“tuan...?”
“Hihi... tidak akan menarik kalau aku katakan sekarang... kau akan tahu cepat atau lambat”, gadis yang berdiri di belakang shiro kembali meletakkan tangannya di wajah shiro. Tapi tidak dengan lembut seperti sebelumnya. Melainkan mencakar wajahnya dengan kukunya dan membuat darah segar mengalir.
“Kh!? Kalau begitu siapa namamu? Jangan hanya berdiri di belakangku”
Perlahan gadis itu menurunkan tangannya dan berjalan ke depan shiro. Gadis itu adalah orang yang sebelumnya di temui oleh kyo, ega dan max...
“Chaos...”, ucap chaos dengan tenang dan tanpa masalah sama sekali.
“Cha... os?”
“Sebelumnya ke tiga temanmu menemuiku dan menghancurkan bangunan ini...”
“Tiga?”, shiro makin bingung dan tidak mengerti sama sekali dengan ucapan chaos.
“... bebal..”, gumam chaos yang langsung berbalik dan menghilang.
“Hah? Orang yang aneh... ah... kaze!”, shiro melihat ke arah tempat kaze tergeletak. Namun tidak ada apun yang dilihatnya, hilang tanpa bekas.
- tempat kup -
“Desa ini aneh... masak rumah kepala desa ada dua?”, gumam kup sambil terus menyingkirkan semak belukar yang tinggi menjulang untuk membuka jalan ke depan.
Berjam-jam sudah dia berjalan namun tidak menemukan ujung dari jalan itu, malam pun tiba dengan bulan purnama menghiasi langit yang gelap tanpa ada bintang yang menemani. Suara burung hantu dan gesekan rerumputan bergemuruh menghapus ke heningan malam.
“Hah... kapan sih ini nyempenya?”, ucap kup yang hampir kesal dan memutuskan untuk berhenti sejenak dan memikirkan ide lain untuk keluar dari situ.
Beberapa lama ia tenggelam dalam pemikirnnya dan secara tidak sengaja sekelebat bayangan melintas di atasnya.
“Barusan... keinginan adalah penggerak kekuatan... fantasy adalah penyelamat... transform...”, tanpa pikir panjang kup langsung berubah dan mengejar sesuatu yang berlari di depannya dengan sambil terus memutar pedangnya untuk memotong semak-semak yang menggagu.
Setelah berlari cukup sebentar ia sampai di jalan tepi dari rimbunan semak itu. Di sebuah jalan yang cukup sepi dan sebuah bangunan bergaya tua yang berdiri dengan kokoh di hadapannya.
“Kenapa g dari tadi aja gini? Repot amat gw dari tadi pagi...”, keluh kup pada dirinya sendiri.
“Kup?”, ucap seseorang yang berdiri di depan pintu masuk rumah itu.
“Hm? Lho shiro?”
“Werewolf..”, cahaya bulan bergerak menyinari orang yang berdiri di depan pintu itu. (detailna bayangin aja manusia serigala kayak apa).
“Sama aja toh...”, ucap kup sambil menyarungkan pedangnya.
“Yah... serahlah...”
“Kaze mana? Tadi kan kamu pergi jemput dia?”
“Kaze g ada disitu kok... dia ada disini”
“Eh?”
“Coba baca...”, shiro menyerahkan sebuah kertas lain yang ditemukannya di reruntuhan yang tadi di kunjunginnya.
Dalan kertas itu tertulis kalau kaze di bawa ke rumah kepala desa yang baru dan berada di arah yang berlawanan dari tempatnya berada sekarang.
“Hah... pan---“
“Wind slacer!”, dari dalam ruangan terdengar teriakkan yang tidak asing di telinga keduanya.
“...”, bangunan rumah itu terbelah menjadi dua bagain dan ambruk dengan sendirinya tanpa ada seorangpun yang terluka tertimpa reruntuhan itu.
“Kaze!?”, teriak shiro begitu melihat siapa yang berdiri di tengah reruntuhan bangunan itu.
“Ah.... shiro...”, kaze melambaikan tangannya ke arah shiro tanpa ada keraguan sama sekali dengan senyum lebar trlihat di wajahnya.
“Kaz... ini gimana?”, tanya kup agak bingung.
Kaze mengenakan kimono berwarna biru muda dan sebuah kipas kecil yang hanya ada pengaitnya. Namun saat kaze menghampaskan kipas itu akan terbuat angin besar yang dapat di kendalikan sesukannya.
“Um... g tau deh...”, jawab kaze sekenanya.
“Akh... tidak kalian tidak tema kalian... jangan menghancurkan rumah orang lain...”, chaos tiba-tiba muncul di belakang kaze dengan wajah penuh amarah dan memanggil beberapa anak buahnya.
“Wah... hebat...”, shiro menepuk kedua tangannya.
“Hehe... ayo beraksi shiro...”, dengan penuh semangat kaze melompat ke arah shiro dan mendarat di pundaknya sambil berdiri.
“lakukan sesukamu...”, ucap kup.
“Heh... jangan kira aku akan berbaik hati untuk kali ini... WOOD... WATER... FIRE... EARTH!!!”, chaos yang sudah kehabisan kesabaran langsung menggunakan sihir empat element sekaligus.
Namun shiro menghindar sambil melompat ke tempat yang lebih tinggi, saat ia mendarat di sebuah dahan pohon, rantng pohon itu mulai menjeratnya dan membuatnya tidak bisa melompat dari tempat itu. Saat ia berlutut untuk melepaskan ranting itu chaos mengambil kesempatan menyerang menggunakan element air.
Namun kaze berhasil menghalangi serangan itu dengan perisai yang terbuat dari angin dengan tetap mempertahankan kekuatannya untuk menahan sihir api milik chaos.
Sementara kup sibuk mengehindari serangan beruntun dari sihir tanah yang digunakan chaos tanpa tertalu lama berpijak pada suatu tempat.
“Kalau begini sih tidak akan ada habisnya...”, ucap kaze yang mulai kelelahan.
“Haha... larilah sepuas kalian... hahaha...”, chaos terus tertawa melihat musuhnya kesulitan menghindari serangannya yang beruntun.
“Cih... kalau bisa mendekatinya ini kan mudah...”, ucap shiro dan kup secara bersamaan.
“Akan kubuatkan jalan itu...”, terdengar seseorang dari belakang keduanya dan sekelebat bayangan mulai mendekati mereka.
“Love paradise...”, ucap max, ega dan kyo begitu muncul dari semak belukar. Serangan mereka menyegel 3 sihir milik chaos.
“Kalian lagi!?”, ucap chaos agak geram.
“Bukan Cuma mereka... Hell punish...”, die yang muncul dari semak belukar yang sama mengibaskan sabit dewa kematian berwarna silver total itu dan membuat beberapa gelembung yang manyebar ke berbagai arah dan menutup permukaan tanah. Menyegel sihir tanah yang digunakan oleh chaos.
Jubah berwarna silver dengan beberapa gambar tengkorak yang terbuat dari benang berwarna silver dikenakannya. Dilengkapi dengan sebuah topi ala kobi yang di beri sebuah pita hitam di sekitarnya.
“Grhhh...”
“Shiro! kaze! Sekarang!”, teriak kup yang menahan niatnya untuk bertanya karena memang tidak ada waktu untuk bertanya saat itu.
“Wind corridor...”, kaze mengikat chaos menggunakan angin yang ia buat menjadi seperti tali yang kuat.
“Beast claw”
“Thunder slash”, sedangkan kup dan shiro menyerang chaos secara langsung dan membuat tubuhnya terbelah 2.
“Yey! Berhasil!”, ucap kaze sambil melompat kesenengan.
“Belum kaz...”, ucap die dengan pandangan tajam ke arah tubuh chaos yang terbagi 2 tergeletak.
“Akh!? Hi... hilang?”, tubuh itu berangsur angsur hilang menguap dalam gumpalan-gumpalan hitam yang terus menyebar dan hilang begitu mencapai jarak yang tertentu.
- beberapa saat kemudian -
“Eh!? Die kepala desa Reinfort!?”, kup, kaze dan shiro mengucapkannya selama beberapa saat.
“Ada masalah?”, tanya die yang masih berusaha menahan tawa.
“Iya... kenapa ada 3 rumah kepala desa?”, ucap kup.
“Um... itu jebakan chaos... yang asli Cuma satu”, jawab die yang mulai menuang minuman yang baru dibuatnya.
“Lalu kenapa die bisa muncul di saat yang tepat?”, gantian shiro yang bertanya.
“Um... soalnya summon ku yang manis ini memberitahuku...”, ucap die sambil memanggil summonnya yang hanya berupa sesosok tengkorak dengan tinggi tidak lebih dan tidak kurang dari 30cm.
“Trus... die kapan ada di dimensi ini?”, lanjut kaze yang bertanya. Kup dan shiro mengambil cangkir minuman yang baru saja dituang oleh die.
“Um... sekitar 250 tahun yang lalu...”, ucap die tanpa ada keraguan sama sekali. Langsung saja kup dan shiro tersedak dan memuntahkan kembali minuman yang bahkan belum sempat masuk ke tenggorokan mereka.
“Duh... ayank! Kup! Jorok!”, ucap kaze dengan nada agak di tekan.
“Du... 250 tahun? G salah?”, tanya kup.
“Um... ah... salah denk...”
“Tuh kan... mungkin maksudnya 250 bu---“
“Yang bener 280 tahun...”, potong die sebelum sempat shiro menyelesaikan ucapannya.
“hantu kedua setelah mis!”, ucap kup, shiro dan kaze bersamaan sambil menunjuk die dengan wajah pucat.
“Ngawur... aku ini dewa kematian...”
“Eh? Dewa kematian?
“Yup...”
“beritahu kami tentang misa... the Queen of death...”, langsung saja kup menuju pokok masalah tanpa berniat menanyakan yang lainnya.
Die terdiam sesaat mendengar pertanyaan kup.
“baiklah... rupanya kalian tahu soal itu... akan kuceritakan mengenai... QOD, POV, POD, SOF, MF3”, ucap die yang berjalan menuju sisi jendela dimana bulan purnama dapat terlihat dengan jelas.
“hah?”, yang lain hanya bisa bingung tidak mengerti dengan ucapan die yang disingkat-singkat itu.
P.S:
From penulis yang mulai sedeng...
Ngomong-ngomong... trio okama g keliatan di akhir -.-“
Ada yang tau pada kemana? Ayo main tebak-tebakan ^_^
a. lagi sibuk bergaya ala mereka di tempat kejadian perkara
b. lagi di suruh-sururh die beberes kamar buat kup, shiro dan kaze
c. lagi pergi mengelana ninggalin yang lain
d. lagi berburu brondong sekalian nyalon
e. nyangkut di semak belukar begitu nyegel sihir chaos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar