- di suatu desa nan jauh di arah utara -
“Love... attack...”, ega mulai menembakkan senapan laras panjang ke arah sekumpulan pria bertubuh besar yang bersiap menyerangnya.
Langsung saja sevuah balon besar keluar dan meledak seperti ebuah permen karet besar yang membuat para pria itu tidak bisa bergerak sama sekali.
“A... ampun...”, cap seorng pria yang merupakan ketua kelompok itu dengan nada memelas dan pandangan mata sayu.
“Ne... ne... lepaskan dulu kedua temanku”, ucap ega dengan nada di buat manja sambil mengedipkan matanya. Dengan sosok erubahannya saat itu para lelaki yang ada di sana tidak tahu kalau ega ternyata adalah laki-laki.
“Maaf nona... teman nona ada di dalam rumah itu”, ucap pemimpin itu.
Tanpa bicara apapun ega pergi memasuki rumah yang di maksud setelah melepaskan perkat yang baru saja di tembakknya.
“Ikh... aku bukan nona... aku adalah naughty okama”, ucap ega menggumam di sepanjang jalan hingga akhirnya ia sampai di sebuah rumah yang terlihat cukup tua dengan tanaman menjalar yang tumbuh menutupi sebagian besar tanaman itu.
Secara hati-hati dan perlahan ia memuka pintu masuk yang di gagang pintunya di penuhi lumut dan sudah berkarat di hiasi beberapa bunga warna hitam tumbuh mengelilinginya bagaikan tengah meghiasi pintu kayu tua itu.
“Ada orang?”, ucap ega sambil memasukkan kepalanya saja melihat ke dalam sebuah ruangan yang gelap gulita dengan hanya mengandalkan pencahayaan dari sela-sela lubang di atap.
Sesaat ega terdiam dan akhirnya memutuskan untuk masuk. Langkah demi langkah ega semakin masuk ke dalam ruangan terdalam dari rumah itu...
“Ega... huwee... tolong aku!”, ucap kyo begitu ega sampai di ruangan terdalam. Saat itu kyo dan max tengah terikat dengan seutas tali yang dililitkan pada kedua buah dan kaki mereka dengan kuat.
“Uwaaah... untung deh lu dateng! Buruan lepasin... tangan gw sakit ni...”, ucap max dengan nada sok.
“G usah gw tolong dah...”, jawab ega yang langsung berniat pergi meninggalkan keduanya.
“Ega! Tega amat lu!”, kyo langsung membentak ega yang berniat pergi itu. Langsung saja ega berbalik dengan wajah pucat.
“Napa ga?”, tanya max tidak mengerti.
“Kalian mau dilepasin?”, tanya ega agak lesu. Max dan kyo saling pandangan dengan pandangan penuh tanda tanya sampai akhirnya mereka sadar kalau ada sesuatu di atas kepala mereka.
“Cicek!? Wadaw!”, teriak kyo kaget yang langsung tenang kembali dalam waktu yang singkat.
“Cepet amat selisih antara kaget sama tenangnya kyo..”, ucap max agak kagum dengan reaksi kyo.
“Kenapa kudu lama-lama?”, gantian kyo.
Entah darimana tapi sebuah perdebatan dimulai tanpa ada satupun yang berniat melepaskan ikatan maupun cicak di kepala kyo yang sejak tadi dengan tenangnya berada di situ.
“Khi... khi... jadi kalian orang yang dimaksud itu ya?”, terdengar suara menggema dalam ruangan itu. Sontak perdebatan itu berakhir dengan pandangan menusuk ke segala arah dari ketiga orang itu.
“Siapa?”, tanya max dengan tenangnya tanpa rasa bersalah sedikitpun.
“Pikun! Ntu suara yang tadi nangkep kita!”, bentak kyo.
“Um... tunjukkan wajahmu please...”, pinta ega dengan nada manja. Dia berfikir kalau suara itu berasal dari seorang laki-laki... namun begitu pemilik suara itu keluar dari tempat persembunyiannya.
“Manis...”, ucap ega dan max secara bersamaan sedangkan kyo mengomel sendiri.
“Hihi...makasih ya...”, ucap gadis yang berdiri di depan mereka dengan tatapan lembut sambil tersenyum lembut.
“Transform end...”, ega berubah wujud kembali menjadi sosok yang biasanya reflek.
“Wah... makasih ya... sudah mau mengelah demi aku... kalau begitu...”, gadis yang berpakaian layaknya seorang dewi kematian itu menekan sebuah tombol yang berada tidak jauh dari tempatnya dan dalam hitungan detik semua pintu yang berada di ruangan itu tidak terkecuali jendela tertutup dengan rapat dengan tralis besi.
“Eh... a... anu...”, ega dan max agak ragu ingin melanjutkan ucapan mereka begitu melihat senyuman lembut terlukis di wajah gadis manis itu dengan sepasang mata sayu yang berwarna biru.
“Dasar cowok... pada kagak nyadar apa ya?”, gumam kyo dengan wajah pucat dan malas untuk mengucapkan apapun pada mereka.
“Nah... kalau begitu... pertunjukkan dimulai...”, langsung saja gadis itu mengeluarkan sabit dewa kematian dan membuatnya menjadi seperti seorang dewa pancabut nyawa berwajah manis.
“Woi! Ega! Lepasin nih iketan!”, langsung saja kyo berteriak ke arah ega. Namun ega memandang dengan wajah lemas denang cicak yang masih bertengger di kepala kyo.
Ega terus memandang cicak itu denang pandangan pucat sementara gadis itu hanya memperhatikan dengan seulas senyum nakal di wajahnya.
Beberapa menit sudah kyo dan max meminta ega untuk melepaskan ikatan mereka, tapi tidak ada jawaban sama sekali dari ega yang masih mematung di tempatnya.
“Tuh! Udah gw usir tuh cicak!”, ucap kyo yang mengibaskan kepalanya dan membuat cicak itu pergi. Dengan tenang ega akhirnya mau melepaskan ikatan pada max dan kyo.
“Kyo pinter juga...”, puji max sambil melepaskan tali yang sudah longgar itu.
“Cih... masak okama tertarik ma cewek! Inget! Kita trio okama!”, ucap kyo dengan bersemangat dan pandangan berapi-api.
“kapan gw setuju masuk genk trio!”, sangkal max yang langsung merinding mendengar hal itu.
“Ah... pura-pura lo max... padahal waktu pakai gaun kayaknya semangat banget...”, ucap ega dengan pandangan berbinar. Tidak ada satupun yang memperdulikan apa yang tengah dilakukan oleh gadis dewa kematian itu yang tengah sibuk mengutak-atik komputer mininya yang di tiap tombolnya dihiasi beberapa pernak-pernik warna cerah.
“Main apa?”, sela kyo yang meninggalkan max dan ega untuk adu mulut beberapa saat.
“Hem... okama game... mau ikutan?”, tanya gadis itu sambil tersenyum.
“bisa main berdua? Ikut!”, jawab kyo bersemangat. Entah ada yang salah alur atau memang tidak beres... yang jelas kyo dengan gadis itu menjadi akrab sekali untuk beberapa saat.
“Pokoknya aku g ikut-ikutan soal okama!”, ucap max sambil memukul tembok dengan cukup kuat.
“Mau menyangkal seperti apapun juga kamu sudah terdaftar menjadi anggota okama! Jadi harus terima!”, balas ega memaksa.
“Kanapa maksa banget sih ga!?”
“Tentu aja! Untuk melestarikan okama yang sudah hampir punah! Aku akan mendirikan suaka marga satwa untuk okama dan menangkar semua okama!”, jawab ega penuh semangat sambil berputar-putar di lantai.
“Ogah ah...”, max memandang ega dengan pandangan kosong tidak tahu harus mengucapkan apa.
“Yei! Menang!”, ucap kyo sambil mengangkat tangan kanannya dengan senyum penuh kebangaan.
“Wah... tidak terlihat seperti amatir ya...”, ucap gadis itu sambil tersenyum lembut.
- tinggalin dulu yang disini dah -
“Misa! Misa! Misa!”, panggil selai berkali-kali tanpa ada tanggapan sama sekali dari misa yang sibuk mengutak-atik boneka yang ada di depannya.
“Napa sih POD? Kan sudah kesepakatan manggil dengan nama wujud perubahannya...”, ucap vera yang tengah membolak-balik sebuah buku yang tebalnya sekitar 60 cm.
“Kepanjangan tahu...”, jawab selain agak malas.
“Singkat aja jadi QOD... kayak kamu yang seenaknya nyingkat namaku jagi POV”, ucap vera tanpa mengalihkan pandangan dari buku itu.
“Wahaha... POV pinter!”, ucap selain sambil menjentikkan jarinya.
“Tapi kayaknya namanya aneh banget ya...”, vera buru-buru menambahkan ucapannya.
“Gubrak! POV!!!!”, langsung saja selai terjatuh ka lantai.
“Haha... udah napa... sekarang jangan ngurusin nama... bantuin aku nerjemahin ini bahasa... bingung...”, ucap vera yang langsung melemparkan buku yang sejak tadi dibacannya pada selain.
“Ya ilah... 5 jam lebih ni buku lu bolak-balik Cuma dapet selembar?”
“Gw kan g ngerti tu bahasa kayak lu...”
“Gantian! Misa aja yang ngerjain!”, balas selain setengah membentak dan menunjuk ke arah misa.
“Misa kan lagi sibuk ngerjain anak dome”
“Hah? Itu kan tugas mu....”
“Tukeran!”, teriak vera.
Misa tidak menjewab apapun dan sibuk memeinkan bonekannya yang tersambung pada seseorang yang masih belum diketahui siapa.
- kembali ke arena g jelas -
“Yak! Kemenangan 2 kali berturut-turut!”, kyo membanggakan kemenagannya atas game okama yang tengah dimainkan olehnya.
“...”, gadis yang menjadi lawan bermainnya hanya tersenyum lembut. Sementara max dan ega masih sibuk bertengkar.
“Ah! Pokonya ku g mau!”, teriak max dengan suara lantang.
“Mau g mau harus!”, balas ega dengan suara yang tak kalah lantang.
“Baiklah... game... over...”, ucap gadis itu sambil menepuk tangannya dan langsung saja keluar banyak arwah dari tanah yang mereka pijak.
“Kyaa... hantu!?”, teriak max dan ega secara bersamaan.
“Tadi cicek... sekarang hantu... entar?”, gumam kyo sambil mengalihkan pandangannya.
“Berikutnya? Kematian kalian”, jawab gadis itu tapa ragu dan menunjuk ke arah kyo sambil tersenyum lembut namun matanya seolah mangatakan untuk menyerang mereka.
Langsung saja para arwah itu menuju ke arah max dan ega yang berada di sudut ruangan. Namun sebelum berada si jarak 30 cm dari ke dua orang itu para arwah itu langsung berhenti dan tidak bergerak sama sekali.
“E? Eh? Berhenti?”, ucap ega mengibas-kibaskan tangannya.
“Udah! Bingungnya nanti aja!”, ucap kyo membentak.
“Iya juga... lagipula selama 15 hari jalan-jalan ada yang di dapat...”, ucap max sambil tersenyum licik.
Mereka bertiga saling berpandangan dan melemparkan senyum. Gadis bermata biru itu masih mematung bersama dengan arwah-arwah yang di panggilnya.
“keinginan adalah penggerak kekuatan... fantasy adalah penyelamat... transform...”, teriak ketiganya secra bersamaan disusul dengan cahaya yang menyelubungi ketiganya.
“Lady okama!”, kyo mengenakan sebuah seragam sailor dengan sebauh pita di dadanya yang berwarna merah. Sepasang senapan laras pendek berwarna pink berada di kedua tangannya. Dan tanpa ragu ia putar ke dua senapan itu dengan lincah.
“Hime!?”, max mengenakan sebuah gaun putih yang dulu digunakannya saat pertama kali bertemu dengan anak dome dengan sebuah kipas putih besar di bawanya.
“Naughty okama!”, kalau ega... baca bagian sebelumnya ae...
“Gh... terlambat...”, ucap gadis bermaa biru yang akhirnya dapat bergerak kembali lagi itu.
“Benar... sudah terlambat... double love!”, ucap kyo sambil mengedipkan matanya dan menembakkan peluru berntun ke arah para arwah itu. Dan begitu peluru itu menembus tubuh para arwah peluru-peluru kyo bersarang di dalam tubuh arwah-arwah itu.
“Giliranku... Love life!”, ucap max sambil mengibaskan kipasnya dan angin kencang menerpa para arwah itu yang membuatnya menjadi memiliki tubuh kembali.
“Dan sekarang... love attack...” (udah beberapa kali ditulis!)
“Love... paradise...”, langsung saja ke tiganya mengucapkan hal itu secara lantang. Sebuah ledakan besar terjadi dan yang tersisa kini tinggal gadis bermata biru itu.
“Sekarang tinggal kau sendiri”, ucap kyo dengan santai dan tanpa beban sama sekali.
“Heh? Kau pikir ini sudah selesai!”, ucap gadis itu dengan penuh percaya diri.
“Halo? Kau sudah terdesak...”, ucap max sambil menggeruk kepalanya yang sebenarnya memang gatal gara-gara model rambutnya yang berubah drastis.
“Terdesak? Hah? Hahahaha...”, gadis itu tertawa dengan lantang. Senyum lembut dan pandagan mata sayu yang tadi ditunjukkan olehnya hilang. Pandangan penuh amarah dan senyum licik kini mengganyikan wajah ramahnya.
“Cukup! Kenapa ketawa!?”, tanya ega sambil berteriak dan mengarahkan senapannya pada gadis itu.
“Tembak saja... walaupun aku mati setidaknya Castel of Drakness akan terus ada dan abadi...”, ucap gadis itu tanpa menampakkan rasa takut sama sekali yang langsung menebas senapan ega dengan sabitnya dan membuatnya terbelah menjadi dua.
“Katanya tembak saja!?”, teriak ega dengan lantang.
“Aku memang bilang begitu... tapi aku tidak bilang akan membiarkan...”, ucap gadis itu dengan tenang.
“Cih... sebenarnya kamu siapa?”, tanya kyo bingung.
“Aku? Namaku chaos...”, ucap gadis itu. Bersamaan dengan ucapan gadis itu tanaman menjalar yang tumbuh di ruangan itu melilit tubuh ketiganya dengan kuat dan erat.
“!?”
“Hm... tanaman yang manis bukan?”, ucap chaos yang bersiap menghempaskan pedangnya itu lagi.
“Manis gimana?”, ucap kyo setengah membentak.
“Tentu saja manis... mereka mau mendengarkan semua ucapanku... teman terbaik...”, ucap chaos.
Bunga dari tanaman menjalar itu mulai berkembang dan menyebarkan serbuk ke arah kyo, max dan ega. Pandangan ketiganya mulai membuyar dan tubuh mereka melemas. Dan akhirnya tak sadarkan diri, tanaman itu langsung melepaskan mereka atas perintah chaos.
“Hm... mereka ini benar-benar terlalu lemah... padahal aku tidak sungguh-sungguh”, ucap chaos sambil memandang ke bawah dengan tatapan sinis.
“Tentu saja akan seperti itu! Kau memakai cara yang licik!”, terdengar sebuah suara menggema.
- beberapa jam lewat -
“Ah... um...”, kyo mulai tersadar dari pingsannya. Dilihatnya sebuah kamar yang tertata dengan rapi. Tirai berwarna putih melambai-lambai di terpa angin malam yang masuk dari jendela yang terbuka.
Dengan tubuh yang masih lemas ia berjalan menuju jendela dan memandang ke arah luar. Sebuah padang rumput terhampar luas di hadapannya, padang rumput yang luas dan indah.
“Sudah bangun ya?”, ucap seseorang begitu membuka pintu sambil membawa sebuah vas bunga mawar berwarna hitam.
“Akh!? Die!?”, teriak kyo beitu melihat siapa yang baru saja datang.
“Haha... long time no see”, ucap die sambil tersenyum.
“Yang lain mana?”, tanya kyo penasaran begitu menyadari kalau ega dan max tidak ada.
“Ada di kamar lain... tenang saja... mereka tidak apa-apa kok...”
“Tapi... tadi kami kan ada di sebuah rumah tua? Kenapa sekarang...”
Die terdiam mendengar penuturan kyo dan hanya tersenyum tipis dengan pandangan lembut dan menaruh vas yang di bawanya ke atas meja.
“Kalau aku cerita hal itu sama saja bohong”, ucap die menuju ke pintu keluar.
“Ekh? Mau kemana die?”
“Ikutlah... ada yang ingin ku tunjukkan”, ucap die denan tenang.
Kyo mengikuti die dengan wajah penuh penasaran. Die terus berjaan menuruni tangga hingga akhirnya berhenti di ujung tangga yang terhalang oleh sebuah tembok yang dipajang sebuah lukisa dewa kematian.
“Em... kyo? Ini...”
“Jalan buntu yang trhubung menuju suatu tempat...”
“Lalu kenapa mengajak ku ke sini? Kau tahu jalan membukanya?”
“Heh? Jelas g tahu... tapi seseorang tahu...”
“Hah?”
“Kamu sudah bertemu dengan yang lain?”
Kyo mengangguk.
“Kalau katsu?”
“Um... dia emang pernah muncul beberapa saat... tapi selalu pergi...”
“Yah... sama saja bohong...”
“Memang kenapa?”
“Katsu tahu cara membuka pintu ini...”, ucap die sambil menggaruk kepalanya. Akhirnya mereka kembali ke atas tanpa hasil apa-apa.
“Um... mungkin bisa tanya sama nak cafe...”, ucap kyo memecah keheningan.
“Cafe?”
“Iyap! Bentar!”, kyo berlari mendahului die menuju kamar tadi dan mengambil liontin pemberian ai di tas milik max.
“Ah... prentan toh...”
“Yup... no 8”, ucap kyo sambil melempar liontin ke tempet die.
Tanpa ragu die langsung menekan tombol no 8 dan keluar hologram yng menampakkan pemandangan kafe yang sedang sepi.
“G ada orang?”, ucap kyo bingung.
“Meja no 2 tersambung!”, tiba-tiba leme muncul dan membuat die langsung melempar liontin itu saking terkejutnya.
“le... leme!?”
“Yo ha! Lagi sepi dan bosan nih...”, ucap leme dengan nada datar.
“Lem!? Ada katsu?”, die meraih liontin itu dan langsung bicara ke pokok masalah.
“Katsu? Lagi kencan sama arsellec... leme juga mau gitu”
“Hah!?”, kyo dan die tidak begitu mengertio dengan ucapan leme.
“Iya... katsu dah gabung ke cafe... tapi tiap hari pada kencan! Katsu sama arsellec! Alex sama seiront! Miss jalan-jalan sama mei! Ai sibuk di kantor! Leme send---“, belum sempat ucapan leme terdengar semua die langsung mematikan sambungan itu.
“Barusan kayaknya bakal panjang kalau di lanjutin”, ucap die dengan wajah pucat.
“haha... bener! Bakal lama... tapi gw g tahu kalau bakal jadi parah begitu...”
Kyo dan die saaling berpandangan untuk beberapa saat dan akhirnya saling tertawa bersama. Hingga membuat max dan ega yang baru saja sadar di kamar sebelah mengitip dari balik pintu dengan pandangan bingung dan tidak mengerti sama sekali.
- rumah tua tadi -
Di rumah tua tadi tidak ada lagi rumah tua yang berdiri. Yang tersisa hanyalah sisa-sia reruntuhan. Dan chaos yang berdiri dengan pandangan penuh amarah.
“Dia... aku tidak sangka kalau cicak itu adalah jelmaan... jelmaan dari dewa kematian setelah nona misa... die... the reaper!”, ucap chaos sambil memegangi tangannya yang terus mengeluarkan darah segar dari bekas luka sabitan.
“Chaos... kemarikan tanganmu...”, ucap seseorang yang wujudnya hanyalah samar-samar.
“Akh... nona... anda samapi menggunakan kekuatan pikiran nona... maafkan hamba...”, ucap chaos sambil berlutut.
“Tidak apa-apa... Power of healing...”, ucapnya yang langsung memanggil makhluk panggilan yang bentuknya tidak terlihat jelas juga.
P.S :
From penulis yang mulai sedeng...
Die nyamar jadi cicek yang nemplok di kepala kyo loh =.=”
Ada yang tahu kenapa die milih jadi cicek?
a. pengen ngerjain ega
b. pengen nempel di dinding kayak spidermen salah transform
c. pengen makan nyamuk
d. pengen ngagetin chaos
e. g bisa jadi hewan yang lain
Jumat, 15 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar