“Namaku katsu... perubahan wujudku adalah half antara angel dan demon. Untuk saat ini aku masih netral dan tidak memihak pada siapapun. Terdampar di dimensi ini sejak 300 tahun lalu... karena wujud perubahanku aku dapat hidup kekal berbeda dengan miss yang belum berubah... dan entah kenapa... sekarang aku berada di kamar ini...”, ucap katsu sendiri di sebuah kamar luas yang cukup feminim karena di dominasi oleh warna pink.
“Tuan... anda bicara sendiri...”, ucap seorang iblis kecil yang muncul dari kalung yang digunakan oleh katsu.
“Begitulah... entah aku sedang sial tau apa...”, ucap katsu menghela nafas panjang sambi membuka jendela. Semilir angin menerpanya dan membuat rambutnya yang panjang menari-nari dengan indahnya.
“Tuan?”
“Sudah satu minggu lebih tidak ada kabar dari malaikat itu...”, ucap katsu pelan. Malaikat yang dimaksud adalah malaikat yang sebelumnya digunakan oleh katsu untuk memata-matai vera dan selai.
“”My princess katsu!”, seseorang langsung masuk menerobos kamar katsu sambil membawa karangan bunga mawar.
Katsu berbalik dan melihat arsellec berdiri di sana dengan pandangan berbinar.
“Ada apa?”, tanya katsu agak ketus dan sinis.
“Coba lihat... ku bawakan kau sebuah buket mawar merah...”, ucap arsellec sambil menyerahkan karangan bunga yang dibawanya.
“Ah... terimakasih... tapi aku harus pergi sekarang... ada hal yang harus kupastikan...”, ucap katsu yang tanpa ragu berubah wujud di depan arsellec. Baju tidurnya yang tadinya berwarna hijau muda berubah menjadi sebuah pakaian ketat khas demon namun ditambah kain transparan panjang berwarna putih dengan renda-renda khas malaikat.
“Mau pergi kemana? Lukamu sudah sembuh?”, tanya arsellec panik.
“...” katsu tidak mengucapkan hal apapun dan langsung hilang menjadi abu.
“Dia... hilang...”, arsellec terdiam mematung sendiri. Di dalam kamar yang kosong, buket bunga yang di serahkannya barusan tergeletak di lantai tanpa ada yang memungutnya. Dengan lemas ia melangkah keluar meninggalkan ruangan itu sambil menghela nafas.
“Tuan... dia sudah pergi...”, ucap iblis kecil milik katsu yang keluar dari dalam abu. Perlahan abu tadi bercahaya hitam dan kembali menjadi katsu.
“Walau dibilang hilang aku cuma berubah jadi abu dan tidak kemana-mana...”, ucap katsu membenahkan pakainnya yang masih dipenuhi abu sisa perubahannya.
“Tapi cara itu selalu berhasil untuk melarikan diri dari para dome member tuan...”, ucap iblis itu sambil tersenyum licik.
“Iya... tapi... kenapa aku harus repot-repot kabur darinya? Lagipula Cuma lecet dia memintaku menginap hampir 1 minggu”, gumam katsu sambil memperhatuikan buket bunga mawar yang tadi diterimanya. Setelah berfikir beberapa lama katsu akhirnya mengambil buket mawar itu dan membawanya pergi terbang ke luar jendela.
Katsu terbang dengan 2 pasang sayap yang berbeda, sepasang sayap iblis dan sepasang sayap malaikat yang membuatnya menjadi memiliki 4 sayap tumbuh di punggungnya.
Setelah terbang sekitar 15 menit katsu mendarat di atap dome kafe, namun lagi-lagi dia terpeleset dan jatuh ke dalam membuat lubang di atap.
“Wew... pertama kalinya kau muncul kayak gini kat...”, ucap miss yang berdiri tepat 4 cm dari tempat katsu jatuh. Katsu hanya terdiam dan melihat ke sekitar.
Di kafe itu hanya ada 2 orang di tambah dirinya, mei yang sibuk mengelap gelas sedangkan miss yang menegurnya.
“Yang lain?”, tanya katsu agak sinis.
“Pergi... sekarang tinggal aku sama 4 orang lainnya yang tinggal”, ucap mei agak sinis.
“Begitu...”, ucap katsu yang berniat melangkah pergi.
“Bentar! Kasih tahu dulu cara berubah!”, miss menarik tangan katsu dan membuatnya tidak bisa berjalan.
“Bukannya aku sudah bilang pada kup?”, tanya katsu agak bingung. Mei dan miss hanya menggelengkan kepala tanda tidak mengerti.
“... Ya ampun... katsu menggelengkan kepalanya menghela nafas untuk beberapa saat. “Yang jelas kalian harus benar melafalkan kodenya...”, ucap katsu yang langsung menepis tangan miss.
“Ah! Mau pergi kemana?”, tanya mei berusaha menghalangi.
“Aku kan sudah menjawab pertanyaan kalian. Jadi biarkan aku per---“
“Wah... karangan bunga yang indah... mau kau berikan pada siapa?”, belum sempat katsu menyelesaikan ucapannya miss langsung mengambil buket bunga dari tangan katsu.
“I--- itu bukan milikku”, katsu sertengah membentak dan mulai salah tingkah.mei dam miss yang menyadari hal itu melihat ke arah katsu dengan pandangan usil.
“Dari siapa nih? Uwaah... katsu sudah besar ya...”, ucap mioss berusaha meledek.
“Katsu... ayolah... tradisi dome kafe... pajak jadian...”, tambah mei sambil membuat 3 cangkir minuman.
“Gw kagak jadian”, ucap katsu dengan wajah merah merona. Bertepatan dengan hal itu pintu kafe terbuka dan terdengar bunyi lonceng. Katsu refleks melihat siapa yang ada di pintu. Matanya terbelalak melihat siapa yang baru saja datang, rambut emas yang diikat di tambah sepasang bola marta berwarna emas dengan jubah putih bersih bediri di sana.
“Yo! Corard... lama tak jumpa...”, ucap miss sambil membungkukkan badannya.
“Miss... tingkah mu yang formal bertolak belakang dengan ucapan mu”, ucap elf itu sambil tersenyum lembut ke arah katsu.
“ARSELLEC!?”, ucap katsu berteriak hingga terdengan sampai jauh.
“Kat... please jangan teriak-teriak di kafe orang...”, ucap mei sambil melemparkan sebuah dadu yang tersimpan di laci.
“Wew... nggak sopan lho kat... dia ini pemimpin di kota ini...”, ucap miss sambil mengibas-ngibaskan jari telunjuk kirinya.
“Tidak apa-apa kpk miss... aku senang kalau katsu ingat pada namaku...”, ucap arsellec sambil membungkuk dan meraih tangan katsu. Dengan lembut ia kecul punggung tangan katsu. Dalam sekejap wajah katsu langsung menjadi merah merona. Mei dan miss terdiam beberapa saat.
“Kalo ada leme dia pasti bawa pop corn banyak nih...”, ucap miss dengan senyum usil yang di balas dengan senyuman usil lain dari mei.
“Nonton di pojok yuk...”, ucap mei sambil menuju pintu untuk memutar tanda open menjadi closed. Dan kembali ke pojok ruangan tempat miss dan leme biasa menonton drama yang diperankan oleh orang lain.
“Hehe... aku senang... karena kau mau membawa buket bunga dariku...”, ucap arsellec sambil mengadahkan kepalanya dan melihat kie arah katsu dengan pandangan lembut. Katsu hanya terdiam beberapa saat dan wajahnya masih terlihat agak kemerahan.
“I--- ini... aku bawa tidak sengaja...”, ucap katsu asal.
“Kalau begitu kenapa kau membawanya? Bukankah kau tadi meninggalakannya di kamarku?”, tanya arsellec berusaha membuat katsu terpojok.
“Ukh... ini ku bawa untuk mengunjungi makam seseorang!”, ucap katsu yang langsung menepis tangan arsellec yang masih menggengam tangannya. Sedangkan miss mengambil makanan yang berada di tangan mei dan memakannya.
“Makam? Memang di sihni ada makam?”, tanya arsellec yang tahu kalau di dunia itu tidak ada seorang pun yang dikubur. Karena bagaimanapun juga mereka kan hidup kembali menjadi bayi.
“A... ada...makam miss...”, ucap katsu sambil menunjuk miss yang baru saja menggigit sebuah coklat dan jadi tersedak.
“Miss? Memangnya kamu punya makam?”, tanya arsellec makin bingung.
“Tidak juga...”, ucap miss sambil tersenyum dan langsung kabur dari ruangan itu tanpa mngucapkan hal apapun meninggalkan mei menonton sendiri.
“... Nggak seru kalo nonton sendiri... aku tinggal...”, ucap mei yang berdiri meninggalkan mereka menuju lantai 2. Di lantai 2 ia melihat miss yang menintip melalui celah-celah di lantai yang tepat berada di atas arsellec dan katsu.
“Masih penasaran ya?”, tanya mei iseng, miss hanya meletakkan telunjuk tangannya tepat di depan bibir mungilnya.
“Su... sudahlah... a... aku ada kerjaan...”, ucap katsu agak kikuk.
“Em...”, arsellec hanya mengangguk pelan dan membiarkan katsu pergi begitu saja karena tidak mau menggangu gadis itu.
Setelah katsu hilang dari padangan ia melihat kesekeliling dan mendapati dirinya terus di perhatikan oleh iblis kecil milik katsu.
“Kau suka apa tuan?”, ucap iblis itu tanpa memperdulikan majiknnya yang sudah pergi entah kemana.
“Kelihatan sekali ya...”, arsellec menggaruk pipi kirinya dan mulai jadi salah tingkah.
“Iya... kelihatan... tapi kau tahu siapa tuan kan...”
“Yah... begitulah...”, pandangan mata arsellec menjadi kosong dan tidak bersemangat.
“Kau dan tuan tidak bisa bersama...”, blis itu pergi terbang mengikuti kemana majikannya tadi pergi meninggalkan arsellec dalam lamunannya.
“Aku memang bodoh...”, ucap arsellec sambil tertawa lirih.
Mei dan miss terus memperhatikan dari atas dengan pandangan sayu. 1 jam sudah kejadian itu berlangsung dan tidak ada tanda-tanda kalau arsellec mau beranjak dari tempatnya berdiri. Begitu juga mei dan miss sampai pada akhirnya...
“Mei!? Kok papannya closed sih!?”, teriak alex membuyarkan suasana hening.
“Waa...”, arsellec sadar dari lamunannya dan langsung menoleh ke arah pintu masuk dan melihat alex dengan pandangan penuh amarah. Disamping alex berdiri seirong yang membawa beberapa kantung belanjaan milika lex.
“Eh? Seir?”, ucap arsellec bingung.
“Em? Kau kenal seir?”, tanya alex sambil menunjuk ke arah arsellec yang berdiri di tengah ruangan sendiri.
“Yup... dia corard... pemimpin tertinggai”, ucap seir sambil tersenyum lembut ke arah alex.
- Di tempat yang antah barantah –
“Kenapa aku jadi canggung gitu sih?”, gumam katsu sambil melemparkan batu ke arah danau yang terbentang luas di hadapannya. Ia duduk menatap lurus ke arah lukisan yang sedang dilihat olehnya.
“Kamu datang lagi?”, ucap seseorang yang berdiri di belakang katsu. Seorang elf wanita berdiri di belakangnya dengan pandangan lembut dengan rambut perak yang dikepang.
“Ah... kebetulan kita selalu bertemu disini”, ucap katsu agak sinis sambil terus melemparkan batu ke tengah danau.
“Kau... sedang ada masalah?”, elf itu menatap katsu dengan pandangan lembut. Katsu terdiam sesaat sambil memperhatikan senyum di wajah elf itu dengan pandangan bingung. “Kau pasti berfikir kenapa aku bisa tahu kan?”, tambah elf itu katsu hanya mengangguk pelan.
“Yah... mudah saja... kau ingat saat pertama kali kita bertemu?”
“Ya...”, katsu menjawab lirih dan mulai mengingat akan memory masa lalu saat dia baru ada di dimensi ini 200 tahun lalu...
“Danau yang indah...”, ucap seorang gadis kecil berambut perak yang dipotong pendek denmgan mata sayu (Sudah flash back ya...).
Gadis itu duduk di tepi danau di bawah pohon yang rindang sambil terus melihat sekitarnya. Tidak ada seorng pun yang dilihatnya, di buai oleh semilir angin yang bertiup gadis kecil itu tertidur dengan lelapnya.
“Gadis ini... kenapa tidur di tempat seperti ini?”, ucap katsu yang sedari tadi memperhatikan anak perempuan elf itu dari atas pohon tempat gadis itu tertidur.
“Em... aku... ketiduran?”, ucap gadis itu sembari membuk matanya yang terpejam secara perlahan. Di dapatinya sebuah mantel putih di padu warna hitam menyelimutinya.
“Kau sudah bangun...”, ucap katsu sontak membuat gadis itu terkejut.
“Ah... ini...milikmu?”, tanya gadis itu agak ragu.
“Ambillah... itu untukmu saja...”, ucap katsu yang langsung pergi meninggalkan gadis itu sendiri.
“Em? Dia aneh...”, gadis itu terus memperhatikan ke arah katsu yang berangsur-angsur menjauh dengan kecepatan tinggi darinya (Flash back selesai).
“Hehe... pertemuan pertama yang aneh... tapi sejak itu kita selalu bertemu disini dan sejak itu aku hapal kebiasaanmu”, ucap elf itu sambil menuangkan minuman ke gelas kosong yang di pegang oleh katsu.
“Hah... tapi itu kan kau sengaja...”
“Kalau tidak mau bertemu juga tidak usah kesini kan?”, tanya elf itu yang membuat katsu tersedak. “Hehe... tapi kau sama sekali tidak berubah...”, tambah elf itu.
Katsu terus terdiam dan meneguk minumannya hingga habis dan terdiam memandangi gelas kosong yang ada di tangannya.
“Elf... memilki umur yang panjang... tapi kalian terus tumbuh secara perlahan... berbeda dengan kami...”, gumam katsu dengan pandangan menerawang.
“Eh? Tapi kan percuma saja... karena kutukan kami tidak bisa memiliki anak dan terus hidup dari tubuh kami yang sebelumnya tanpa ingatan dan harus belajar dari awal...”
“Ya... tapi kenapa temanku bisa meninggal dan menjadi hantu?”
“Hah? Pertanyaan mu aneh...”
“Eh?
“Di dunia ini...”, katsu langsung pucat mendengar penuturan dari elf itu. Semilir angin meniup rambutnya yang panjang beserta gaunnya.
Secara perlahan ia berdiri dan memandang ke arah danau dengan pandangan sayu dan terdiam beberapa saat. Elf yang bersamanya terus memandangnya dengan pandangan tidak mengerti akan apa yang sedang di pikirkan katsu.
- Dome Kafe -
“Eh? Bohong ah!”, ucap leme tidak percaya sama sekali dengan cerita yang baru saja didengar olehnya dari miss dan mei.
“Ih! Serius!”, ucap miss menyakinkan dengan pandangan berbinar.
“Uwawawawa... kenapa dibiarin kabur? Leme mau lihat... mau li---“
“Lihat apa?”, potong katsu yang masuk dari lubang yang tadi pagi dibuat olehnya sendiri.
“Lho? Katsu? Tidak biasanya kau ke sini?”, tanya mei agak penasaran.
“Ada yang ingin ku pastikan...”, ucap katsu sambil memandang miss dengan pandangan tajam.
“Eh? Apa? Aku?”, miss menunjuk ke dirinya sendiri dengan pandangan tidak mengerti ke arah katsu.
“Nanti saja lah”, katsu mengurungkan niatnya begitu melihat seseorang yang masih berada di kafe itu dengan pandangan lurus ke arahnya.
“Jangan pergi lagi!”, leme langsung menarik gaun katsu dan membuatnya hampir robek. Katsu berbalik dan melihat ke arah leme dengan pandangan bingung.
“Kenapa kamu menghindari kami?”, tanya miss dan mei secara bersamaan.
“Aku tidak menghindari...”, katsu menggelangkan kepalanya.
“Kalau begitu kau menghindari ku ya...”, ucap arsellec malangkah ke arah katsu dan berdiri di depannya dengan pandangan sayu.
Leme, miss dan mei mengendap-endap menuju tangga di lantai atas dan melihat ke jadian itu dari lubang di lantai 2 yang sebelumnya di gunakan oleh miss.
“Kenapa aku harus menghindarimu?”, ucap katsu tidak mengerti.
“Corard!? Kamu itu minta di bunuh apa!?”, teriak seseorang yang membuka pintu dengan keras. suara teriakkan itu membuat arsellec langsung mematung, namun bagi katsu suara itu terdengar tidak asing ditelingannya.
Katsu melihat ke arah pemilki suara itu dan melihat elf yang 2 jam lalu ditemuinya di tepi danau berdiri dengan pandangan ingin membunuh ke arah arsellec.
“Ma—ma... margareth!?”, arsellec setengah berteriak dengan pandangan kaku. Katsu melihat ke arah arsellec dengan pandangan bingung.
“Kamu itu... minta dibunuh ya?”, elf itu langsung menarik anak panah yang di pegangnya ke arah arsellec yang menghindar dengan cukup baik.
Katsu terdiam beberapa saat melihat perubhan sikap dari margareth yang biasanya bersikap manis di depannya kini menjadi seorang elf yang brutal. Saat margareth akan menembakkan panahnya ke dua, katsu beranjak dari tempatnya dan menahan tangan margareth agar tidak melepaskan anak panah itu.
“Ah... ka--- katsu...”, margareth sontak terkejut begitu menyadari kalau katsu ada di situ.
“Sepertinya karaktermu berubah dari sebelumnya”, ucap katsu tenang.
“Ah... iya... begitulah...”, margareth mulai salah tingkah.
“Hem? Ma-chan... bersikap lembut?”, arsellec diam mematung melihat perubahan sikap dari margareth yang dikenalnya sebagai wanita yang brutal menjadi wanita yang manis di depan katsu.
“Habisnya... sebagai corard dia sudah kabur dari tugasnya...”, ucap margareth agak kesal dan menahan amarah.
“Aku g kabur!”, arsellec agak membentak mendengar alasan margreth.
“Kalau g kabur lalu kenapa kamu ada disini meninggalkan pekerjaanmu?”, tanya margareth. Arsellec terdiam sesaat memikirkan pertanyaan margareth.
“Ada apa? Kenapa tidak menjawab?”, katsu bertanya kepada arsellec yang berfikir keras.
“Ka---karena... ada yang ingin ku temui di sini...”, ucap arsellec memalingkan wajahnya berusaha menyembunyikan wajahnya yang mulai merah padam.
“Siapa?”, tanya katsu dan margareth bersamaan. Arsellec terdiam beberapa saat.
Sementara para penonton di lantai 2 terus melihat dengan seksama dan tidak mau mengedipkan barang sedetikpun mata mereka.
“Uwah... ini cinta segitiga ya?”, tanya leme dengan pandangan berbinar.
“Hihi...katsu populer juga...”, ucap miss sambil menahan tawanya.
“Sttt...”, mei meminta mereka diam agar ia bisa mendengar pembicaraan mereka secara lebih lanjut.
Di bawah arsellec masih terdiam tanpa mau menjawab pertanyaan kedua wanita di hadapannya yang memandanganya penuh penasaran.
“A... aku mau pergi dulu... banyak kerjaan!”, ucap arsellec salah tingkah dan berlari keluar kafe. Magareth menyadari wajah arsellec yang merona merah.
“Hum... apa mungkin arsellec jatuh cinta...”, ucap margareth agak bingung.
“Memangnya itu salah?”, katsu melihat ke arah margareth dengan pandangan bingung.
“Tentu saja! Soalnya di jatuh cinta pada oranga yang salah”
“Hah?”
“Katsu tidak akan kuserahkan pada siapapun! Walaupun itu arsellec”, ucap maragreth dengan pandangan serius ke arah katsu. Wajahnya merah padam dengan beberapa kali menghela nafas menggunakan mulutnya.
“Kamu masih sadar kan?”
“Tentu saja... sejak pertemuan pertama kau sudah jatuh hati padamu... karena itu...”, maragreth mengecup tangan katsu dengan lembut seperti arsellec tadi. Langsung saja wajah katsu manjadi pucat.
“A--- aku pergi!”, ucap katsu yang langsung menarik tangannya dan terbang keluar.
“... ... ...”, tidak ada suara terdengar dari lantai atas. Mei, leme dan miss masih belum percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
“Beneran nih?”, tanya leme sambil mencubit pipi mei.
“Adaw! Sakit lem!”, mei memukul tangan leme dengan keras.
“Cinta segitiga kali ini...”, mjiss menghentikan ucapannya dan tersenyum ke arah leme dan mei.
“Pantas untuk dilihat sampai akhir!”, ucap ketiganya bersamaan.
“Baiklah... kalau begitu... serahkan padaku...”, miss langsung merapalakan beberapa mantra. Lantai kayu disekitarnya mulai bercahaya dengan diameter sekitar 2-3 meter. Sinar itu membentuk suatu pola yang terlihat seperti tulisan kuno. Dari tengan siar itu mulai muncul sesosok mahkluk mungil.
“Anda memanggilku tuan?”, ucap mahkluk kecil yang terlihat seperti hantu mungil.
“Tolong rekam kegiatan katsu”, ucap miss.
“Baik!”, hantu mungil itu langsung lenyap tidak berbekas. Miss tersenyum ke arah mei dan leme yang masih belum percaya dengan apa yang dilihatnya.
- ruang kerja arsellec -
“Akh... kenapa aku tidak bisa terus terang...”, ucap arsellec menggaruk kepalanya hingga rambutnya berantakan tidak teratur. “Aku ini memang...”
“Bebal! Dungu! Tidak jujur!”, potong katsu yang berdiri di beranda dengan pandangan menusuk ke arah arsellec.
“Ka--- katsu?”
“Kamu itu memang bodoh... bisa-bisanya jadi bulan-bulanan margareth”, ucap katsu yang belum beranjak dari tempatnya.
“Iya... benar...”
“...”, katsu terdiam beberapa saat melihat ke arah arsellec yang tersenyum dengan wajah yang terlihat seperti ingin menangis.
“Ka... kalau begitu aku mau mengerja---“, arsellec berhenti sebelum menyelesaikan ucapannya. Iblis kecil milik katsu mencium mulut arsellec tanpa pemberitahuan sedikitpun.
“Untuk saat ini aku diwakilkan saja...”, uacap katsu memalingkan wajahnya menghindari kontak mata dengan arsellec.
“Ma... maksudnya?”, arsellec tidak terlalu mengerti.
“Maksudnya tuan menyukai mu... tapi baru sedikit”, jelas iblis kecil itu yang merupakan jelmaan diri katsu sebagai iblis.
Tanpa mengucapkan apapun katsu langsung mencengkeram iblis kecil itu den menarik tubuhnya hingga melar.
“Ka--- katsu!?”, arsellec salah tingkah melihat ulah katsu pada iblis mungil itu.
“Seperti katanya... tapi baru sedikit ya...”, ucap katsu dengan wajah merah merona. Arsellec terdiam beberapa saat, wajahnya berangsur-angsur menjadi merah padam.
“Senangnya!”, arsellec memeluk tubuh katsu dari belakang, tersenyum bagaikan seorng anak kecil. Katsu tersenyum lembut tanpa mengucapkan sepatah katapun. “Tidak akan ku lepaskan lagi...”, bisik arsellec dengan lembut di telinga katsu.
“I---“
“Akan kau lepaskan...”, margareth mendobrak pintu dan langsung memukul wajah arsellec hingga terpental jauh.
“Margareth!?, katsu agak berteriak.
“Katsu milikku! Tidak akan kuserahkan pada siapapun!”, ucap margareth yang langsung menarik tangan katsu keluar dari ruangan meninggalkan arsellec yang pingsan.
- keesokan harinya -
“Karena satu dan lain hal, mulai hari ini aku memutuskan untuk berada di kelompok dome cafe”, ucap katsu yang duduk di atas meja dengan santainya tanpa rasa bersalah sedikitpun.
“Eh!? Serius!?, ucap miss dengan pandangan berbinar. Katsu menggangguk pelan dengan seulas senyum lembut terlukis di wajahnya.
“Karena kau akan ada disini... aku akan sering kemari...”, ucap arsellec sambil berusaha mencium pipi kanan katsu yang berhasil di halangi oleh margareth.
Kelihatannya dome cafe yang ditinggalkan oleh sebagian besar penghuninya yang bermasalah akan menjadi ramai kembali dengan ulah cinta segitiga yang baru saja mulai bersemi.
Malamnya secara diam-diam leme, miss, ai dan mei melihat hasil rekaman hantu milik miss yang tadi merekam.
“Uwawah... miss... rekam yang lain... yang 2 pasang ntu!”, ucap leme.
“G bisa...”, ucap miss sambil mengibas-ngibaskan tangannya.
“Kenapa?”
“Aku cuma bisa sejauh 1 kilometer. G lebih...”
“Capek...”, keluh misa yang berajalan tertatih-tatih disangga oleh subuah tongkat kayu.
“Gimana kalau istirahat dulu mis?” tanya kise agak khawatir.
“Bentar lagi kita sampai desa... harusnya sih...”, ucap reita.
“Harusnya?”, misa kurang mengerti dengan kata terakhir yang diucapkan oleh reika.
“Em... kalau ingatnku tidak salah di dekat sini ada kota besar yang hampir menyamai revive town”
“Hum... ya udah kita kesana...”, ucap kise memutuskan sepihak.
“Boleh aja sih”
“Misa masih bisa jalan kan?”, tanya kise agak khawatir dengan wajah misa yang sudah pucat. Misa hanya mengangguk pelan dengan seulas senyum yang agak ragu. Kise terdiam sesaat...
“Ayo... ja.. hya...”, belum sempat misa menyelesaikan ucapannya kise mengangkat tubuh misa dan berjalan dengan tenangnya. Misa memandang kise dengan pandangan bingung dan tidak mengerti.
“Mending jangan maksain diri deh...”, bisik kise pelan di telinga misa yang membuat wajah gadis itu menjadi merah merona.
“Curang! Rei juga mau!”, ucap reika yang langsung meloncat ke punggung kise.
“Re... rei... berat!”
-3 jam berikutnya –
“Selamat datang di desa breist... desa para hunter”, ucap reika dengan wajah girang.
“Kenapa kayaknya kamu seneng banget?”, tanya misa dan kise bersamaan dengan pandangan bingung.
“Ehehe... soalnya setelah ini aku dapat bayaran”, ucap reika penuh semangat yang berjalan ke arah sebuah bangunan yang terlihat paling mencolok karena bentuknya yang tidak simetris sama sekali.
“Ini... monumen ya?”, tanya misa.
“Bukan... ini tempat tinggalku ma ega dulu...”, reika mengedipkan matnya dan membuka kenop pintu berwarna merah darah dengan bentuk seperti pedang tajam yang ternyata tidak tajam.
Begitu pintu terbuka sebuah ruangan yang terlihat seperti sebuah penginapan normal terlihat. Berbeda dengan tampat luarnya yang kelihtan kecil dan tidak simetris, ruangan di dalamnya terlihat begitu luas.
“Wew... beda banget ma diluar”, ucap kise.
“Um... kis... tolong turunin aku...”, ucap misa sementara reika menuju counter untuk memesan kamar.
“Sudah bisa jalan?”
“Em... udak g kenapa-napa”, misa kembali tersenyum lembut. Dengan agak ragu kise menurunkan misa dari gendongannya.
“Makasih ya kis...”
“Bukan apa-apa kok...”, kedua orang itu terdiam dan tersenyum tanpa arti sambil pandangan mereka tidak lepas dari satu sama lainnya.
“Layanan bellgirl... pasangan suami istri harap ikut...”, ucap reita memecah keheningan sambil bicara ngelentur.
“Hwaa...”, kise dan misa langsung saja saling berjauhan dan salah tingkah.
“Ini kamar untuk kalian... kalian sekamar...”, ucap reika dengan senyum licik dan menyerajkan sebuah kunci warna merah darah.
“Hah? Gw? Sama misa? Sekamar? Ga salah?”, ucap kise agak bingung.
“Enggak... soalnya kamarnya tinggal satu... dan Cuma kalian yang hari ini ga ada tempat menginap”, ucap reita.
“Trus kamu rei?”, misa bingung dengan ucapan reika.
“Aku sih... sudah ada kamar yang dulu”, ucap reika.
“Kyaaa”, terdengar teriakkan dari arah luar. Reika, misa dan kise barlari menuju arah suara itu dengan pandangan penasaran bercampur cemas.
“I... ini...”, kise terkejut melihat apa yang ada di hadapanya. Tumpukan mayat ada dimana-mana, darah segar melumuri tanah. Namun bukan itu yang membuat mereeka terkejut... melainkan orang yang berdiri di tengah bersimbah darah dengan sebuah tombak yang sudah berwarna merah.
“Ku... ra... in... za...?”, misa terbata-bata mengucapkan nama yang terbesit di kepalanya begitu melihat laki-laki yang tidak asing itu.
Laki-laki itu melihat ke arah misa yang mulai pucat. Dia melambaikan tangannya sambil tersenyum.
“Reika...”, laki-laki itu berlari ke arah reika. Kontan reika memukul kepala laki-laki itu dengan gagang pedangnya dengan keras dan membuatnya pingsan.
“Rei... kamu kenal pembunuh ini?”, tanya kise dengan pandangan tajam ke arah laki-laki yang pingsan itu.
“Dia si kura... lupa ya?”, ucap reika sambil menarik kerah baju laki-laki itu yang bersimbah darah. Membuat tangannya kanannya menjadi merah darah.
“Eh!? Apa!?”, kise hampir menjerit mendengar kalau laki-laki itu adalah kurainza.
“Kura emang suka nyebut dirinya sebagai kurainza sang pembunuh sih... tapi...”, misa agak ragu melanjutkan ucapannya.
“Huweeh... sayang banget! Padahal kan gw pengen ngebunuh!”, rengek reika yang langsung membuat kise dan misa memandangnya dengan pandangan bingung dan tidak mengerti sama sekali.
“Rei... Kamu kelainan juga ya?”, gumam misa dan kise secara bersamaan.
Reika balik memandang ke arah misa dan kise dengan pandangan tidak mengerti.
Tanpa ada siapapun yang bicara reika menarik kurainza yang tengah pingsan menuju penginapan dan membaringkannya di atas tempat tidur di kamar kise dan misa.
“Reita... kamu pengen ngebunuh juga?”, kise memulai pembicaraan sambil memandang tajam ke arah reika. Sementara misa berada di antara keduanya dengan pandangan khawatir.
“Huh? Kalau disini kan itu bukan hal yang aneh”, ucap reika agak cuek.
“Jangan ngawur! Ngebunuh manusia itu hal yang g bisa di toleransi!”, kise mengebrak meja dengan kesal. Reika melihat ke arah kise dengan pandangan bingung.
“Manusia?”, ucap reika yang jadi bingung sendiri.
“Yang tadi itu... bukan manusia...”, ucap misa yang membuat kise memandangnya dengan pandangan bingung dan tidak mengerti sama sekali.
“Memang bukan manusia... di desa breist monster sama dengan manusis... hanya wujudnya saja sih...”, ucap reika sambil menuangkan arak ke cangkirnya yang sudah kosong.
“Kalau begitu kenapa penduduk disini bisa santai!?”, tanya kise agak geram.
“Um... soalnya di sini kan sebagian besar hunter. Dan dengan begitu mereka tahu mana yang monster mana yang bukan... jadi tidak ada masalah”, ucap reita dengan senyum lebar.
“Heh? Lalu kenapa misa tahu itu bukan monster?”, kise mangalihkan pandangannya pada misa yang tengah menuangkan arak ke cangkir miliknya.
“Um... habisnya aneh... kalau bener manusia harusnya orang-orang kabur... tapi kenapa mereka Cuma berteriak dan melihat tanpa kabur”, ucap misa.
“Artinya... Cuma aku yang g tahu?”, ucap kise suram. Misa mengelus pelan kepala kise sambil tersenyum lembut.
- malam harinya -
Reika sudah terlelap menuju dunia mimpi. Sedangkan kurainza masih belum sadar dari pingsannya. Kise dan misa yang belum bisa tidur memutuskan untuk berjalan-jalan kesekitar situ. Pemandangan malam di desa breist saat malam terlihat indah pada malam hari dihiasi kunang-kunang yang bertebangan menerangi jalan yang memang sengaja tidak dipasang lampu jalan.
“Indahnya...”, ucap misa yang berjalan di belakang kise.
“Maaf ya mngajakmu malam-malam begini...”, ucap kise serba salah.
“Em? Memangnya kenapa? Aku senag kok”, ucap misa yang tersenyum dengan lembut.
“Ah... makasih ya”, ucap kise membalas senyuman misa.
Mereka berdua malanjutkan berjalan di kerumunan kunang-kunang yang menerangi jalan mereka. Tidak ada seornagpun yang berbicara selama di jalan.
“Em... kise?”
“Ya?”
“Bagaimana rasanya menjadi time hunter?”
“Bagaimana apanya?”
“Menyenangkan atau apa? Pasti menyenangkan karena bisa mengetur waktu dan kembali ke masa lalu”, ucap misa yang membuat langkah kise terhenti dan berbalik.
“Maksudmu apa? Mana mungkin aku bisa pindah waktu? Kalau bisa kan aku bisa saja kembali ke dimensi kita yang sebenarnya”
“Benar juga ya...”, misa menunduk sambil tersenyum yang terlihat seperti senyuman yang sedih.
“Misa? Kamu kenapa?”
“Aku... nggak kenapa-napa”, ucap misa. Setetes air mata turun mambasahi pipinya.
“Misa...”, kise tidak mengucapkan apapun dan hanya memeluk tubuh misa dengan lembut. Misa agak kaget dengan perlakuan kise itu
Selama bebrapa lama mereka berdua saling berepelukan di tengah lautan kunang-kunang. Misa menangis pelan dan saat air matanya jatuh ke tanah...
“Gempa bumi!?”, ucap kise.
Sebuah gempa bumi yang cukup besar terjadi di tempat mereka bedua yang tadi siang merupakan tempat kura membunuh banyak monster. Kise tetap memeluk misa berusaha mlindungi gadis itu.
Sekumpulan kunang-kunang yng tadinya bersama mereka pergi manjauh dari tempat itu dan membuat cahaya bulan sebagai satu-satunya cahaya yang menerangi mereka.
“Apa yang sebernya terjadi!?”, ucap kise.
“Para arwah... akan bangkit... kegelapan... datang...” ucap misa. Kise melihat wajah misa yang berada dalam pelukannya. Gadis yang ada dalam dekapannya terasa seperti bukan misa yang sebelumnya, pandangan mata kosong dan menerawang.
“Mi... misa!?”, gempa bumi yang terjadi berhenti. Kise mengguncang-guncang tubuh misa yang seperti tidak bertenaga sama sekali.
“Kise!”, reika dan kurainza berlari ke arah kise dan misa.
“Ah... kura... reika...”, kise melambaikan tangnnya tanpa bergerk satu langkah pun dari tepatnya berada.
“Tadi gempanya hebat juga... sampai bikin bangung...”, ucap kura.
“Ah... iya... tiba-tiba aja gempa”, kise masih bingun dengan apa yang terjadi. Beberapa saat mereka terus melakukan tanya jawab dengan apa yang terjadi, namun misa masih terus terdiam dengan pandangan kosong yang tidak menatap apapun.
“Ngomong-ngomong... kamu kenapa diam saja misa?”, tanya kurainza yang menyadari ke anehan pada misa. Sesaat setelah itu, pandangan misa yang tadinya tidak menatap apapun menatap ke arah kura dengan pandangan tajam.
Kise yang sembari tadi memeluknya merasa kalau tubhunya serasa tertekan dan tidak bisa bergerak satu langkahpun. Begitu juga dengan yang lainnya.
“Kok... mendadak... be... rat...”, kuara dan reika terduduk di tanah dan tak mampu untuk berdiri kembali.
“Darah yang menutup permukaan tanah... kesedihan mereka yang terbunuh...”, gumam misa yang melepaskan pelukan kise dari dirinya. Misa mulai berjalan dan berhenti tepat di sepan sebuah didnding kayu yang masih terlihat bercak darah yang di buat oleh kura tadi.
“Mi... misa?”
Misa berbalik ke arah kise dan menatapnya sesaat sambil tersenyum. Bibirnya bergerak tanpa mengeluarkan suara.
“Dewa kematian... jiwa yang tertidur... no fantasy!”, ucap misa yang kontan langsung berubah.
Pakaian gelap dengan jubah yang menutupi kepalanya, sebuah sambil yang hampir sama dengan sabit dewa kematian yang sebelumnya dimiliki oleh tengkorak yang di kendalikan oleh vera.
“Berubah... misa... bisa berubah?”, ucap reika tersenyum. Namun senyuman itu hilang begitu melihat pandangan mata kura ke arah misa.
“Itu... wujud dari...”
“Queen of death...”, potong misa sebelum kura mengucapkan nama perubahnnya. Wajah kise dan reika sesaat menjadi pucat mendengar nama itu.
“Qu... queen of... death?”, ulang reika terbata-bata.
“Misa... kalau kau mau bercanda ini g lucu...”, ucap kise dengan senyum yang di paksakan.
“Untuk apa bercanda? Sama sekali tidak ada keuntungannya...”, ucap misa sambil mengibaskan sabitnya pada tanah. Dari tanah itu keluar monster-monster yang sebelumnya di bunuh oleh kura.
“Tch! Itu... jiwa monster yang tersisa”, ucap kura.
“Kise... kura...”, reika melirik ke arah kedua pemuda itu dan tanpa ada balasan mereka lansgung mengerti.
“Transform!”, teriak ketiganya secara bersamaan.
“Hum... berubah ya... yah... jalan termudah untuk menghindari gaya gravitsi yang besar”, ucap misa dengan nada datar. Pandangannya tetap kosong.
“Misa... hentikan semua ini! Ini tidak lucu sama sekali!”, ucap kise berusaha menyedarkan misa dan menyerahkan urusan monster-monster itu pada reika dan kura.
“Huh? Tidk lucu? Bagaimana kalau... ini”, ucap misa setengah berteriak sambil mengibaskan sabitnya ke arah kise
Dengan sigap kise menghentikannya dengan kekuatan pengendalian waktunya yang membuat misa tidak bisa bergerak dan masih dalam posisi melompat di udara.
“Huhu... kekuatanmu berkembang ya”, ucap misa yang masih bisa menggerakan kepalanya.
“Misa... kamu kenapa? Ini kayak bukan kamu...”, ucap kise dengan pandangan sayu ke arah kise (Lama-lama kayaknya ngerasa sama sama adegan apa gitu...)
“Kalau begitu aku seperti apa?”
“Eh?”
“Tidak ada yang tahu aku yang sebenarnya... kita hanya kenal di dunia maya... dan baru bertemu...”, ucap misa sambil tersenyum licik.
“Misa... aku sampai di dimensi ini lebih dulu... dan walau be...”
“Selama 500 tahun aku menunggu... dan kalian baru muncul sekarang...”, ucap misa dengan nada bergetar.
“Eh? Bukankah kamu baru sampai beberapa minggu yang lalu?”
“Minggu! Itu Cuma rekayasa...”, jawab misa singkat.
“Rekayasa?”
“Ya... semua Cuma rekayasa... tidak ada kebenaran satu pun”, teriak misa. Kise terdiam mendengar hal itu dan melepaskan misa hingga gadis itu dapat bergerak kembali.
“Kalau begitu selama ini senyuman itu Cuma rekayasa?”
“!?”
“Aku tanya!? Apa sikap dan senyumanmu selama ini Cuma rekayasa!?”, bentak kise yang membuat misa memejamkan matanya rapat-rapat. Kura dan reika menolak untuk berbalik dan meneruskan bertarung dengan pandangan sedih.
“Misa! Jawab aku!”, sekali lagi kise berteriak sambil mencengkram misa pundak misa dengan kuat.
“Iya... itu semua rekayasa... haha... rekayasa...”, ucap misa mengangkat wajahnya, seulas senyum terlihat di wajahnya namun air mata membasahi pipinya.
“Mi... sa...”, kise melepas cengkramannya dan berjalan mundur beberapa langkah dengan wajah pucat pasi.
“Di dunia ini semua Cuma rekayasa... tidak ada sedikitpun yang nyata... hanya rekayasa!”, ucap misa setengah berteriak.
Serangan monster-monster pada kura dan reika berhenti. Perlahan mereka kembali menjadi darah yang menggenangi tanah untuk kedua kalinya.
“Ah... mereka kembali...”, reika dan kura berbalik ke arah kise dan misa yang saling berpandangan.
“Sudahlah... toh aku sudah gagal... sampai jumpa... di medan perang berikutnya”, ucap misa yang langsung melompat dan terbang meninggalkan ketiganya.
“MISAAAAA”, terdengar suara teriakan kise memecah keheningan malam itu.
Kunang-kunang yang sebelumnya pergi meninggalkan tempat itu kembali ke tempat itu dan menerangi sekeliling. Beterbangan di sekitar kise seolah ingin menghibur kise yang masih terpukul.
Semuanya terdiam tanpa ada yang mau bicara sedikitpun, hanya kunang-kunang yang menghiasi malam dengan indahnya di tengah kesedihan yang melanda.
- semewhere -
“Welcome...Queen of death...”, sambut selain dan vera yang berdiri di pintu masuk sebuah kastil.
“Aku tidak sangka akan secepat ini kau kembali”, ucap vera sambil tersenyum.
“Hehe... aku tidak mungkin terlalu lama ada di sana”, misa membalas senyuman vera dengan lembut dan penuh arti.
“Tapi bisa-bisanya kau membocorkan rahasiamu”, ledek selain.
“Hehe... biarlah... toh cepat atau lambat harus ku beberkan juga”, jawab misa tersenyum.
“Yup... cepat atau lambat kita harus muncul di hadapan mereka semua... sebagai musuh...”, ucap vera yang langsung memeluk misa sambil menutup matanya.
“Hehe... vera mulai lagi”
“Aku meluk juga g ya?”, tanya selain agak usil.
“Mati aja sana!”, kedua gadis itu kontan memanggil para anak buahnya yang siap untuk bertarung menghadapi selain.
“Gw ogah! Terakhir ama vera semingguan lebih!”, teriak selain agak kesal.
“Hum... vera hebat”
“Sudah deh... ayo masuk!”, ucap selain sambil menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.
“Aku kembali... princess...”, gumam misa sambil melangkah memasuki kastil itu tanpa keraguan sedikitpun.
Di ruangan terdlam dari kastil itu tabung yang sejak lama di awasi oleh malaikat suruhan katsu mulai mengalami perubahan. Cairan yang tadinya hitam berangsur-angsur mulai berubah menjadi abu-abu dan terlihat sesosok tubuh yang tertidur di dalamnya bersama dengan seekor mahkluk bersayap.
“Tuan... sepertinya apa yang anda takutkan akan terjadi...”, gumam malaikat itu.
Sementar itu di desa breist, matahari mulai terbit dari ufuk tenggara dengan sinar ke merahan.
“Kise... sudah waktunya berangkat”, ucap kura sambil memasukkan kepalanya saja ke dalam kamar kise.
Di dalam kise tampak sedang memandang ke luar dari jendela. Ke arah tempat di mana misa menghilang dari pandangannya tadi malam.
“Kise?”, panggil reika menarik lengan baju kise.
“Hari ini... kita menginap saja disini lagi... biarkan aku menenangkan diri”, ucap kise tanpa bergerak dari tempatnya.
Kalimat yang di ucapkan oleh misa sesaat sebelum ia berubah menjadi Queen of death terus membayangi kepalanya dan tidak mau pergi. Sekeras apapun kise mencoba ia tetap tak bisa melupakannya...
“Hei... queen of death... ternyata bukan isapan jempol”, ucap reika sambil menutup pintu kamar kise secara perlahan.
“Hehe.. aku tidak percaya kalau queen of death dalah teman kita sendiri”, kurainza tertawa agak terpaksa.
“Legenda akan adanya queen of death... ratu penguasa dunia orang mati...”
“Di cerita yang ku dengar ada alasan dia menjadi queen of death... bagaimana kalau kita cari?”, ajak kura sambil tersenyum tipis. Reika melihat ke arah kura dengan pandangan tidak terlalu mengerti.
“Setelah kita temukan apa yang akan kita lakukan?”
“Eh? Soal itu...”
“Kalau kita taupun itu semua percuma! Apa kamu pikir misa akan kembali kalau kita tau? Apa kamu pikir queen of death akan hilang!?”, ucap reika dengan pandangan kosong dan langsung terduduk di lantai tanpa ingin melanjutkan perdebatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar