Kamis, 09 April 2009

Fantasy of j-clubs (bagian ke tiga)

“Infra red!”, alex berteriak sambil mengerahkan tongkatnya ke arah kerumunan tengkorak yang menyerangnya. Sinar berwarna merah memancar lurus dan menghancurkan tengkorak yang berada pada radius jangkauan sinar itu yang tidak terlalu jauh.

Sementara miss dan leme bersembunyi di belakang meja bartender berusaha menyedarkan mei dan kaze yang belum siuman.

“Hah... hah... g... ada habis-habisnya...”, ucap alex yang mulai kehabisan nafas. Keringat mulai membasahi wajahnya menetes ke atas lantai.

“Phi! Berjuang!”, ucap miss sambil mengibarkan bendera bertuliskan ‘Berjuanglah malaikat alex’ sementara leme mengenakan kostum pemandu sorak dan meneriakkan “Go! Go! Alex pasti menang!”, sambil menari bak cheerleader.

“Bantuin!”, alex bebalik dan langsung berteriak.

“Kami g bisa bertarung! Cuma jadi penggangu ntar!”, ucap miss langsung bersembunyi.

“Mangkanya kami bantu dengan cara kasih semangat”, ucap leme sambil tersenyum lebar.

“Bikin grogi tahu!”, ucap alex dengan pandangan menerawang.

“Alex! Belakang!”, miss dan leme berteriak bersamaan memperingatkan alex.

Alex berbalik, namun terlambat... sebuah tengkorak tengah siap menghembuskan kapak milkinya ke arah alex. Alex hanya reflek dengan menutup matanya.

“Cold breath!”, teriak seseorang. Dan dalam sekejap puluhan tengkorak menghilang lenyap menjadi abu diterpa hembusan angin dingin, termasuk tengkorak yang ingin menyerang alex.

Alex membuka matanya perlahan... para tengkorak pun melihat ke arah serangan yang berhasil memusnahkan sebagian besar kawanannya itu. Seorang wanita berdiri di depan pintu kafe sambil menggengam pedang yang mulai mengluarkan asap. Lantai yang di lalui oleh serangan itupun tidak luput menjadi hancur karena serangan itu.

“Reita memang keren!”, ucap wanita itu sambil mengacungkan ibu jarinya.

“Wah... nanti kamu yang bayar biaya perbaikannya ya...”, ucap pemuda yang berdiri di samping wanita itu sambil tersenyum.

“Reita! Ega!”, alex, leme dan miss bersamaan menyebut nama kedua orang itu sambil terpana melihatnya.

“Yo! Kayaknya kalian baik-baik aja...”, ucap reita sambil megedipkan matanya.

“Eh... sisanya boleh buat gw g rei?”, tanya ega sambil mengambil sesuatu dari dalam jubahnya.

“Hehe... serah kau aja ga...”, ucap reita dengan senyum agak terpaksa.

“Uwah... ega sama reita keren banget”, ucap miss sambil menyatukan kedua tangannya sambil terpana dengan gaya ega yang bagaikan pahlawan.

“Jadi... love form...”, sesaat setelah ega mengucapkan hal itu tubuhnya bersinar dan mulai berubah menjadi...

“...”, semua yang ada hanya bisa terpaku membisu sambil melihat dengan pandangan menerawang. Reita yang sudah tahu hal itu hanya tersenyum agak terpaksa.

Naughty okama akan menghukum mu dengan kekuatan cinta...”, ucap ega sambil mengedipkan matanya dengan gaya bagaikan pahlawan cewek di komik-komik. Kekaguman yang tadi di rasakan oleh leme dan miss langsung hancur menjadi abu dan hilang entah kemana.

Ega saat itu mengenakan sebuah seragam sailor dengan rok mini dan lengan panjang. Rambutnya yang tadinya pendek menjadi panjang dan diikat kuncir kuda. Sebuah senapan laras panjang berad di genggaman tangan kirinya berwarna perak mengkilap. (Ega... ni inspirasi datengnya dari primary lo... JANGAN PROTES!?).

“Udah cukup...”, ucap alex yang mulai mengeluarkan hawa kelam.

“Ph... phi?”, leme menyadari hal itu dan berusaha menegur alex. Namun...

“Dengan kekuatan kebenaran... akan kuhancurkan pa---“

“Love attack”, ega langsung memotong ucapan alex sambil menembakan sesuatu dari senapannya. Tapi bukan peluru. Melainkan sebuah balon berbentuk hati yang melayang menuju para kawanan tengorak yang masih terpana melihat perubahan ega.

Sesaat setelah balon hati itu menyentuh satu tengkorak... sebuah ledakan besar terdengar. Namun anehnya tidak ada bangunan yang hancur. Hanya para tengorak menghilang tak tersisa.

“Uhuk-uhuk...”, asap hitam memenuhi ruangan dan membuat mereka berhamburan keluar. Tentunya mei dan kaze terpaksa di seret karena waktu untuk keluar amat sangat sempit.

“Ega... lain kali pehitungkan efek ledakannya...”, ucap reita menahan emosinya.

“Duh... sori... g sengaja jeng...”, ucap ega sambil meletakkan telunjuknya di depan bibirnya dengan suara yang di manis-maniskan. Sesaat setelah itu tubuhnya bersinar kembali dan kembali menjadi biasa dengan sebuah mantel abu-abu.

“Ega... caranya berubah gimana?”, tanya leme dengan pandangan bersinar.

“G tahu lem...”, ucap ega langsung tersenyum tanpa beban.

“Kalo g tahu cara lo berubah gimana!?”, leme langsung memukul wajah ega dan membuatnya tersungkur ke tanah.

“Lemper... jangan emosi dulu...”, miss berusaha menenangkan leme.

“Hah...”

“Ega... mati kau...”, gantian alex yang tersulut emosinya. Tongkat kristal yang di pegangnya mulai bersinar dan bersiap menembakkan sebuah sianar merah lainnya.

“Waaa... phi! Jangan tembak!”, ucap ega yang langsung bersembunyi ke belakang reita yang tengah sibuk membetulkan ikatan pedangnya.

“Gaun ku... gaun ku yang indah... jadi rusak gini gara-gara elo! Infra red!”, ucap alex, secercah sinar merah keluar dan langsung mengenai reita tanpa penghalang sedikitpun. Alex tersulut amarahnya begitu menyadari gaun merah yang dikenakannya robek di bagian lengan kanannya gara-gara ledakan yang disebabkan oleh ega tadi.

“Aduh... mati ya? Mati ya?”, tanya miss penasaran.

“Gawat... untuk berikutnya jangan membuat phi marah...”, ucap leme dengan tubuh gemetaran.

Dari kepulan asap yang ditimbulkan oleh tembakan sinar dari tongkat alex terlihat dua sososk bayangan. Sedikit demi sedikit kepulan asap itu hilang dan terlihat kalau reita berhasil menghalau sinar alex dengan sebuah pelindung yang terbuat dari es yang mulai menghilang.

“Eh? Es?”, ucap alex bingung.

“Hehe... perubahanku tuh cool soul... yang bisa berarti keren dan dingin...”, ucap reita dengan senyum lebar.

“Gimana caranya berubah...!?”, tanya leme penasaran.

“Bicaranya nanti saja... ayo bawa mei dan kaze ke kamar mereka”, ucap miss.

Setelah itu mereka membawa kaze dan mei ke kamar masing-masing. Setelah memastikan kalau kondisi kedua gadis itu baik-baik saja mereka berkumpul kembali di ruang dapur karena ruangan kafe sudah porak-poranda.

“Jadi... gimana caranya!?”, tanya leme yang sudah tidak bisa menehan diri.

“Hum... alex gimana? Kalau aku tiba-tiba saja bisa”, ucap ega sambil membuka lemari es. Mencari makanan yang bisa dimakan.

“Jiwa perubahan memangilku...”, ucap reita yang berdiri bersandar ke tembok tanpa melepaskan pedang yang memiliki lambang tengkorak di sarungnya itu.

“Taruhan... aku cuma mastiin ucapan katsu...”, ucap alex yang sudah kembali ke wujud asalnya karena melihat gaun yang dikenakan untuk perubahannya sudah rusak.

“Ucapan katsu?”, leme tidak begitu mengerti karena tidak mendengarkan ucapan katsu dengan jelas. Perhatiannya saat itu tertuju pada shiro yang ternyata merupakan tengkorak.

“Keiginan adalah penggerak kekuatan... fantasy adalah penyelamat...”, ucap miss mengingatkan leme.

“Maksudnya apa miss?”, tanya leme masih tidak mengerti. Semua hanya menggelengkan kepalanya. Tanda mereka juga tidak mengerti dengan arti kalimat itu.

“Katsu itu... kenapa dia g mau jela---“

“UWAAAA!? Kafe gw kenapa ini!?”, belum sempat reita menyelesaikan ucapannya terdengar teriakan dari depan. Reflek semua yang ada di dapur berlari ke arah luar melihat apa yang terjadi.

Di pintu masuk mereka melihat kup yang terduduk dilantai dengan wajah pucat. Dan yang lainnya melihat dengan pandangan tidak percaya, ditambah tiga orang lain yang tidak asing bagi mereka.

“Kup... ini ada penjelasannya...”, ucap leme agak ragu melihat pandangan kup.

“Jeng kyo ku...”, ucap ega tanpa memperdulikan yang lain.

“Jeng ega!”, balas kyo.

“Wah... aku mau tanya... ini kafe atau daerah bekas tsunami?”, tanya killua sambil mengangkat tangannya.

“Dua-duanya... tapi yang barusan bukan tsunami...”, ucap reita sambil menggaruk pipi kanannya, mengingat pembuat kerusakan terparah adalah dirinya sendiri.

“Kaze!? Mana kaze!?”, tanya shiro sambil memandang danbg mencengkeram pundak miss dengan keras (emang bisa?).

“Ada di kamar... dia pingsan sama mei...”, ucap miss. Shiro tidak berkata apapun dan langsung berlari ke arah kamar di lantai 2. berharap kaze baik-baik saja.

“Jadi... sebenernya ada apa!?”, tanya mich mengelihkan perhatian.

“Sebenernya...”

- at the same time... not far from there -

“Way... naik naga itu benar-benar nyaman...”, ucap seorang wanita yang tengah duduk di atas leher seekor naga putih sambil menikmati hembusan angin.

“R... rin... ini g terlalu cepat!?”, tanya seorang pemuda yang mengenakan jaket hitam.

“Ficel... jangan setakut itu kenapa...”, ucap gadis lain yang sedang duduk dengan tenang menikmati pemandangan indah yang terlihat dari atas.

“Pure... bisa-bisanya lo bisa tenang begitu aja...”, ucap ficel sambil berbalik ke arah pure.

“Hehe... habisnya angin sama pemandangannya indah...”, ucap pure sambil tersenyum.

“Udah kenapa nikmati saja... udaranya cerah ini...”, ucap rin yang masih duduk di leher naga putih itu.

“Yup... vamp aja g keberatan...”, ucap pure sambil menunjuk ke arah vamp yang dengan tenangnya berdiri di ekor naga yang ukurannya tidak terlalu luas untuk bediri satu kaki sekalipun.

“Dia mah punya banyak nyawa...”, ucap ficel sambil memandang ke arah vamp.

“Anginnya segar...”, ucap vamp sambil menikmati hembusan angin tanpa memperhatikan pergerakan ekor naga yang ditungganginya itu.

Dan dalam hitungan detik...

“Vamp!?”

Vampire terjatuh saat ekor naga itu bergerak ke samping untuk di kibaskan. Dan tentu saja... vamp terjun bebas tanpa persiapan maupun pengaman...

“Semuanya pegangan... kita bakal menukik...”, ucap rin. Ficel dan pure langsung berpegangan pada sisik naga itu dengan kuat.

- back to kafe -

“Begitu... yah... ambil sisi positifnya sajalah...”, ucap kup memaklumi kejadian itu begitu mendengar cerita yangs sebernarnya.

“Ku---“

“Yang co... nanti bebenah kafe ya... kalo dah makan siang”, ucap kup memotong ucapan alex.

“Ma---“

“Hum? Makan siang nanti apa?”, gantian leme yang memotong ucapan alex.

“Le---“

“Hihi... makan bakso kacang special nak dome...”, ucap kyo memotong ucapan alex lagi.

“Ky---“

“Eh? Maksudnya juki?”, tanya kise dengan pandangan berbinar-binar. Killua hanya menganggukan kepalanya. Bersamaan dengan anggukan kepala killua sebuah tubuh jatuh ke atas tubuh gadis (?) berbalut gaun putih yang belum di ketahui siapa nama sebenarnya itu.

“A... auw...”, ucap gadis (?) itu.

“Ma... maaf...”, ternyata yang jatuh itu adalah vamp yang jatuh menembus atas kafe. Vamp terdiam sesaat sambil melihat siapa yang baru saja dia timpa.

“Ka---“

“Manisnya... aku lagi di surga ya?”, ucap vamp yang langsung meraih ke dua tangan gadis (?) itu dengan wajah merona merah.

“KEKUATAN KEADILAN... TUNJUKKAN KAMI JALAN MENUJU KEDAMAIAN!?”, alex yang sudah kehabisan kesabaran karena ucapannya selalu dipotong memutuskan untuk berubah wujud tanpa memperdulikan gaunnya yang sudah rusak. Namun ternyata gaun yang rusak itu sudah kempali seperti semula dan berubah menjadi lebih indah dari yang sebelumnya.

“EH!? Ap... ap... PHI!?”, vamp langsung tersudut melihat alex yang berubah menjadi malaikat namun tatapannya bagaikan singa kelaparan yang baru saja menemukan mangsanya.

“Dari tadi... kalian selalu memotong ucapan ku... rasakan... in---“

“Vamp!!!”, lagi-lagi suara asing memotong ucapan alex yang belum selesai. Sesaat setelah itu seekor naga yang tadi dinaiki oleh vamp menabrak pitu masuk kafe dan membuatnya hancur menjadi serpihan.

“Ba... ba... Pintunya!?”, kup langsung membatu melihat hancurnya pintu kafe yang melengkapi kerusakan kafe itu.

“Aduh... kudu renovasi nih...”, ucap mich dengan pandangan menerawang.

“Serahkan urusan biaya padaku”, ucap ai sambil mengacungkan tangannya.

“Aha... rin! Kecepetan!”, ucap ficel protes atas pendaratan yang benar-benar sempurna sehingga membuat sebuah kafe hancur.

“...”, alex terdiam mematung tanpa mengucapkan apapun. Gaunnya yang tadinya panjang berubah menjadi sebuah gaun terusan dengan bawahan bagian depannya mencapai setengah pahanya sedangkan bagian belakang panjang hingga lutut. Lengan nya pun hilang, mungkin akibat kerusakan yang disebabkan oleh ega tadi.

“Ah... semuanya!?”, ucap pure begitu menyadari siapa saja yang ada disekitarnya saat itu.

“Pure! Rin! Ficel!”, ucap killua sembari melambaikan tangannya.

“Rin...”, leme langsung memeluk pure.

“Yang di panggil aku kok yang dipeluk pure?”, tanya rin tidak mengerti.

“Mau kupeluk?”, tanya sesorang dari belakang rin. Rin berbalik dan melihat miss berdiri melayang di belakangnya.

“Ficel!!!”, kise yang mengenakan kostum kecoa berlari ke arah ficel.

“Gyaaa... kecoak!”, tanpa pikir panjang rin langsung memukul telak kiseki hingga terpental. Sementara vampa yang baru saja jatuh dari langit masih memandangi gadis (?) yang mengenakan gaun putih itu.

“Em... kamu tidak mau bergabung dengan yang lain...”, ucap gadis (?) itu dengan nada lemah lembut.

“Hah... biarlah... kan langka dapat bicara dengan gadis secantik dirimu...”, ucap vamp sambil mengibaskan rambutnya yang menutupi matanya.

“Uwah... aku jadi tersanjung”, ucap gadis (?) itu dengan tersenyum.

“Siapa namamu?”, tanya vamp.

“Mei...”, ucap gadis (?) itu tanpa pikir panjang. Langsung saja sebuah pisau melayang mengenainya.

“Sori ya... aku... g cocok dengan gaun putih begitu”, ucap mei yang baru saja sadar.

“Sudah g kenapa-napa mei?”, tanya reita agak khawatir dengan wajah mei yang masih agak pucat.

“Iya... aku sadar karena bunyi jatuh yang keras tadi...”, ucap mei sambil tersenyum.

“Kenapa ribut sekali?”, tanya shiro dan kaze bersamaan sambil berjalan bergandengan tangan.

“Kakak...”, pure melambaikan tangan sambil berlari ke arah shiro dan berhenti tepat didepannya.

“Akh... bukan apa-apa... sudah... ngamar aja sana shro...”, ucap kyo usil.

Kaze dan shiro saling pandang untuk beberapa saat.

“G kenapa-napa kaz?”, tanya shiro. Kaze menggelengkan kepalanya. “Ya sudah... ke kamar dulu...”, ucap shiro yang langsung berbalik diikuti oleh kaze.

Langsung saja mich memukul kepala shiro yang membuat wajahnya membentur dinding dengan keras. Shiro berbalik ke arah michi.

“Apaan sih mich!?”, tanya shiro kesal.

“Elo yang apa-apaan! G sehat cewek sama cowok sekamar!”, ucap michi balik membentak.

“Gw cuma mau nganter! Muka si kaze pucat banget tahu!”, ucap shiro balik membentak.

“Eh? Eh?”, kaze merasa kalau posisisnya makin berpindah. Begitu ia sadari ternyata miss menggunakan kekuatannya untuk membuatnya pindah ke kamarnya. Menyadari hal itu kaze tersenyum sambil mengucapkan “Terima kasih”, miss hanya melambaikan tangannya sambil tersenyum.

“Mei juga... ke kamar saja...”, ucap killua.

“Aku ngak papa... aku kan waitress...”, ucap mei.

“Kafe libur mei... istirahat aja dulu...”, ucap kup sambil memperhatikan kafe yang sudah porak-poranda.

“Ikh... ikh... jangan nyuekin aku!!!”, ucap alex kesal dengan semuanya. Secara tidak sadar ia sudah mengumpulkan sinar merah yang cukup banyak di ujung tonkat kristal miliknya itu.

Sinar merah itu tepat menuju ke arah kise dan ai yang tengah duduk di salah satu meja yang masih benar dan belum rusak.

“Kise!? Ai!?”, semua langsung berteriak menuju kepulan asap itu.

“Phi! Kamu itu kenapa sih!?”, ucap ficel setengah membentak ke arah alex yang menjadi pucat melihat apa yang telah dilakukannya.

Dari kepulan asap yang mulai menghilang itu tidak terlihat satu sosok pun yang terlihat.

“Hi... lang?”, ucap miss sambil membungkam mulutnya sendiri.

“Kise? Ai?”, pure berusaha menenangkan dirinya sendiri. Sedangkan kyo terjatuh ke lantai melihat hal yang terjadi didepannya.

“Phi... lain kali kendaliin kekuatan lho...”, ucap seseorang. Semua langsung melihat ke arah suara itu yang berasal dari depan cafe.

Ai dan kise terlihat berada di sebuah bola yang melayang di atas seseorang yang tidak asing lagi bagi mereka. Dibelakangnya terlihat sebuah gerobak bertuliskan bakso-kacang.

“Juki!?”

“Hadir...”, ucap juki sambil melambaikan tangannya.

Langsung saja juki melepaskan bola yang berisikan kise dan ai itu.

“Barusan... apa?”, tanya ai dan kise secara bersamaan.

“Bola pelindung?”, tanya rin pada juki. Juki hanya tersenyum penuh arti, namun tidak ada yang mengerti arti dari senyumannya itu.

“Huwah... maaf...”, ucap alex sambil memeluk kise dan ai secara bersamaan. Ai hanya mengelus pelan kepala alex, sedangkan kise tidak tahu apa yang harus ia lakukan dan hanya diam saja.

“Sepertinya masih butuh latihan lebih banyak lagi...”, ucap juki sambil tersenyum.

Setelah itu juki mempersilahkan mereka duduk (?) dan mulai membuat bakso kacang untuk mereka semua tanpa banyak bicara. Yang lain hanya mengikuti dan diam seribu bahasa.

Beberapa jam setelah itu, kaze dan shiro turun dan bergabung dengan yang lainnya mendiskusikan rencana berikutnya.

“Jadi... kita semua akan berpencar untuk mengumpulkan anggota yang masih terpencar lainnya dan bergabung lagi disini...?”, ucap michi mengulang hasil rapat.

“Tapi... kita kan tidak bisa jalan sendiri-sendiri... gimana kalau ada apa-apa? Lagipula yang bisa bertarung cuma ega, reita, juki sama alex...”, ucap shiro.

“Akh... itu dia!”, ucap ega.

“Kalau gitu rencana ditunda gimana?”, tanya reita sambil melemparkan 3 bola keatas sekaligus.

“Ditunda?”, tanya leme.

“Iya juga... gimana kalau kita jalankan rencana kalau yang lain sudah bisa bertarung?”, ucap miss mengusulkan.

“Caranya?”, tanya kup.

“Cuma ada satu petunjuk...”, ucap mei sambil menggaruk kepalanya.

“Petunjuk?”, tanya ai.

“Iya... kalimat terakhir milik katsu...”, ucap kaze manambahkan.

“Keinginan adalah penggerak kekuatan... fantasy adalah penyelamat...”, ucap alex sambil memalingkan wajahnya.

“Aku g ngerti...”, ucap kise.

“Udahlah... itu nanti saja... siapa namamu...”, ucap vamp mengalihkan perhatian pada gadis (?) bergaun putih yang duduk disebelahnya.

“Maxi...”, ucap gadis (?) yang ternyata cowok itu sambil tersenyum.

“...”, semua langsung terdiam mendengar kalimat itu. Setelah itu rapat selesai tanpa ada hasil akhir. Hanya daftar pekerjaan untuk membetulkan kafe yang rusak parah. Dan dalam waktu satu bulan akhirnya kafe bisa kembali seperti semula, walau ada beberapa perubahan dan kafe menjadi lebih besar dari sebelumnya.

20 september...

“Pada hari minggu kuturut kise ke kota... jalan kaki ampe gempor tetap tidak di gubris...”, leme menyanyi dengan maksud menyindir kise yang seenaknya mengajaknya, max, dan alex menuju toko senjata.

“Lem... jangan ngutak-atik lagu orang gitu... ada pasalnya nya...”, ucap kise agak tersinggung dengan lagu yang leme nyanyikan.

“Nyadar toh...”, ucap leme sambil meletakkan kedua tangannya di pinggangnya.

“Tega amat... lagian kalo g mau ikut kenapa g bilang?”, tanya kise.

“Habisnya... tau ndiri di kafe cuma ada si kaze sama shiro...”, ucap leme dengan pandangan menerawang.

“Kan ada mei...”, ucap max sambil terus menyedot minuman yang baru saja dibelinya.

“Mei sibuk mondar mandir! Miss menghilang entah kemana...”, ucap leme setengah berteriak.

“Haha...”, max tetawa dengan nada yang dipaksakan.

“Ganti topik... tumben amat pake baju normal max...”, tanya kise yang baru saja menyadari kalau max tidak menggunakan gaun seperti biasanya.

“Kagak ada yang bisa dijadiin objek percobaan...”, jawab max yang langsung berjalan memasuki sebuah toko meninggalkan yanglain sambil melambaikan tangan.

“Heh!? Udah kabur aja tuh anak...”, ucap leme agak kesal.

“Em... lem... kalau gini kesannya kayak double date...”, uca kise sambil menggaruk pipi kanannya sambil memalingkan pandangan matanya ke arah lain.

“Ciattt... double date apaan!?”, ucap leme sambil memukul keras-keras wajah kise.

“Kalau gitu lakuin sesuatu sama yang dibelakang”, ucap kise setengah berteriak sambil menunjuk ke arah dibelakang mereka.

Dibelakang alex tengan bercanda ria dengan seiront yang ditemuainya 20 menit yang lalu.

“Enggak... entar nasib gw bisa kayak elo ma ai dulu...”, ucap leme sambil menyilangkan kedua tangannya.

“Huh... coba ada temen nge date...”, ucap kise ngelantur.

“Ngelanturna entar aja... ini kita mau kemana?”, tanya leme tidak memperdulikan alex dan seiront di belakang.

“Jah ilah... nggalk berperasaan amat sih lem?”, ucap kise dengan nada agak kesal. Dia mengadahkan kepalanya menatap langit yang kebiruan.

“Em?”, sesuatu turan dengan kecepatan tinggi dari atas langit. Lama-kelamaan benda itu makin dekat ke permukaan tanah. Dan akhirnya...

“Kise!?”, benda itu jatuh ke atas kise. Dari kepulan asap terlihat seorang anak perempuan jatuh terduduk di atas kise.

“Mi... misa!?”, semua terdiam melihat siapa yang baru saja jatuh ke atas tunuh kise.

2 komentar: